Selasa, 08 Oktober 2013
ANALISIS KONFLIK NOVEL EDENSOR KARYA ANDREA HIRATA#
HENRA KARLINA
A1D1 11 067
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
KESASTRAAN
PENELITI
MALIUDIN
A1D1 03 050
2009
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. La Niampe, M.Hum. Drs. La Ode Balawa, M.Hum.
NIP 19660105 199303 1 002 NIP 19601231 198803 1 015
ABSTRAK
Tanpa mengesampingkan unsur dan subunsur yang signifikan lainnya dalam sebuah cerita rekaan, konflik merupakan bagian yang penting untuk menambah tingkat kemenarikan karya tersebut. Cerita rekaan yang sarat dengan konflik cenderung disukai oleh penikmat karya sastra untuk memenuhi kebutuhan pengalaman jiwanya. Terkadang seseorang ketika bercerita atau mendengarkan sebuah cerita, tak pernah melewatkan ceritanya tentang apa yang menghambat tuntasnya cerita itu. Oleh karena itu, maka penting adanya untuk melakukan analisis konflik dalam sebuah cerita rekaan dalam hal ini novel, yang dalam kesempatan ini peneliti memilih novel karya Andrea Hirata yang berjudul “Edensor“ sebagai bahan penelitian.
Masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah deskripsi konflik dalam novel Edensor karya Andrea Hirata”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konflik yang terjadi dalam novel “ Edensor “, karya Andrea Hirata. Manfaat penelitian terdiri dari : (a) sebagai informasi masukan tentang pentingnya konflik sebagai bagian dari alur dalam sebuah novel ; (b) sebagai bahan ajar tambahan bagi guru mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia, mengenai kesastraan, khususnya yang berhubungan dengan konflik ; (c) sebagai referensi tambahan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang relevan. Ruang lingkup penelitian ini adalah konflik yang meliputi konflik yang eksternal dan konflik internal serta hubungannya dengan unsur intrinsik prosa rekaan.
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Data dan sumber data penelitian ini adalah teks novel “ Edensor “ karya Andrea Hirata. Teknik pengumpulan data yang di gunakan yaitu teknik baca dan catat. Data dianalisis dengan pendekatan objektif.
Kata Kunci :
- Sastra - Konflik
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra, dalam hal ini bentuk prosa rekaan dibangun oleh dua unsur penting, yaitu unsur dalam ( intrinsik ) dan unsur luar ( ekstrinsik ). Kedua unsur itu dalam sebuah prosa rekaan, baik cerpen, roman novel selau hadir bersama-sama dalam membentuk karya itu.
Konflik sebagai bagian dari alur ( subunsur intrinsik ) merupakan kejadian yang penting dan merupakan unsur yang esensial dalam pengembangan alur cerita, baik roman, novel, maupun cerpen. Konflik dalam novel atau jenis prosa rekaan lainnya dihadirkan sebagai kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seorang tokoh cerita, yang jika tokoh itu mempunyai kebebasan memilih , dia atau mereka tidak akan memilih hal tersebut akan menimpa dirinya, Meredith dan Fitzgerald ( dalam Nurgiantoro, 1995 : 112 ). Mekipun konflik dalam sebuah prosa rekaan adalah tetap saja bersifat imajinatif pengarang, tetapi hampir semua yang ada itu adalah suatu realisasi dari kehidupan nyata, baik kejadian yang pernah terjadi ataupun kejadian yang mungkin akan terjadi.
Konflik adalah subunsur intrinsik ( bagian alur ) yang sangat penting dalam sebuah cerita rekaan. Konflik hadir sebagai bayang-bayang perjalanan hidup tokoh. Konflik merupakan liku yang harus dilewati tokoh dalam cerita ( novel ). Semakin banyak liku itu disediakan pengarang, maka semakin panjang perjalanan hidup dan rentang waktu yang dibutuhkan tokoh untuk akhir ceritanya.
Dalam kehidupan sehari-hari, konflik merupakn peristiwa yang sangat tidak diinginkan kehadirannya untuk menimpa diri seseorang, sedangkan dalam sebuah karya sastra dalam hal ini novel, tidak demikian adanya. Dalam novel, konflik merupakan bagian penting untuk membangun struktur alur. Konflik dalam sebuah karya sastra justru menjadi sesuatu yang di butuhkan pembaca sebagai sebuah pengalaman hidup dan kebutuhan jiwa.
Terkadang seseorang ketika bercerita atau mendengarkan sebuah cerita, baik itu cerita fakta maupun cerita rekaan, hal yang tak pernah terlewatkan adalah mengenai apa saja yang menghambat tuntasnya cerita itu. Oleh karena itu, maka penting adanya untuk melakukan analisis konflik dalam sebuah cerita rekaan dalam hal ini novel. Misalnya, sejarah tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia di dalamnya tertulis rentetan kejadian demi kejadian yang mengakibatkan terhambatnya dan terancamnya pencapaian kemerdekaan yang diperjuangkan sampai pada akhirnya tercapailah juga kemerdekaan itu. Akan berbeda bila cerita sejarah kemerdekaan itu diutarakan tanpa menghadirkan kejadian-kejadian apa saja yang menghambat pencapaian kemerdekaan itu. Terlepas dari kedudukannya sebagai sebuah fakta, cerita tersebut pun juga menjadi terasa singkat dan tidak menarik, dalam artian suasana penceritaannya menjadi biasa saja, demikian pula karya rekaan yang diharapkan oleh seorang pembacanya. Bahkan, ada asumsi bahwa bisa saja bila tidak ada konflik, maka tidak perlu pula ada cerita. Dengan demikian, konflik dalam sebuah cerita fakta maupun rekaan sesungguhnya berfungsi untuk menghidupkan suasana dalam cerita sehingga dapat menambah kemenarikan jalannya cerita.
Prosa rekaan sebagai bentuk karya sastra dalam perkembangannya tidak pernah terbatasi oleh jaman. Fenomenanya yang muncul pun sesuai dengan perkembangan jaman pada saat tertentu. Untuk menjaga identitas kesastraan itu sendiri, salah satu langkah yang tampak adalah pengikutsertaannya sebagai sebuahcabang ilmu yang di pelajari dalam jenjang pendidikan, khususnya di Indonesia yang tercanang dalamkurikulum.
Kurikulum yang selalu berusaha dicanangkan oleh penyelenggara pendidikan sekarang ini pada dasarnya adalah kurikulum yang berbasisi kompetensi. Meskipun nama kurikulumnya kini berubah lagi menjadi KTSP, tapi tujuannya adalah masih tetap mengarahkan siswa untuk mampu berbuat, bukan lagi berorientasi pada penguasaan teori seperti dalam kurikulum lama. Dalam hal ini, membahas konflik dalam pembelajaran sastra sasarannya bukan lagi hanya sebatas untuk mengarahkan tentang apa itu pengertiannya maupun apa jenis-jenisnya secara teoritis, tetapi lebih pada upaya mengarahkan siswa untuk dapat menemukan konflik melalui karya itu secara langsung.
Wujud eksistensi dan sikap antusias masyarakat Indonesia terhadap kesastraan itu dapat kita lihat dalam bentuk hasil karya yang mereka ciptakan. Sekarang ini, kalangan sastrawan Indonesia telah kedatangan seorang Andrea Hirata yang tiba-tiba muncul dengan tetralogis novel yang di tulisnya yang kini telah di terbitkan dan sudah beredar di tanah air. Salah satu novel yang di tulisnya adalah berjudul Edensor. Andrea Hirata yang sebelumnya tidak di kenal di kalangan sastrawan karena tidak pernah menulis sebuah cerpen pun tiba-tiba menulis tetralogi novel yang semuanya merupakan best seller. Novel-novel karyanya menurut Sapardi Djoko Damono bergaya realis dan penuh dengan metafor yang berani, tak biasa, tak terduga, kadang ngawur, namun amat memikat.
Novel Edensor karya Andrea Hirata adalah novel yang bercerita tentang perjuangan seorang putra Belitong dalam mencari jati diri, pendidikan dan cintanya, serta mimpi dan cita-citanya. Setiap pengalaman yang ditemukannya dianggapnya sebagai Enstein hidupnya. Dilewatinya dengan pemaknaan yang mengesankan.
Telah banyak tanggapan tentang sosok Andrea Hirata sebagai sastrawan, keberadaan novelnya yang isinya bersifat realis ( mimetik ), serta tanggapan pembaca terhadap novel-novel karyanya tersebut ( pragmatik ). Kini dalam penelitian, peneliti mencoba melihat salah satu karya Andrea melalui kacamata objektif ( sastra sebagai struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik ), dan peneliti memilih novelnya yang berjudul “ Edensor “ untuk menganalisis unsur intrinsiknya. Seperti uraian sebelumnya mengenai esensial konflik dalam membangun unsur-unsur intrinsiknya pada umumnya dan unsur alur pada khususnya, maka konsep judul penelitian ini adalah “ Analisis Novel “ Edensor “ Karya Andrea Hirata”.
1.2 Kajian Teori
A. Tinjauan Sastra
Pemberian definisi dan batasnya tentang sastra sampai saat ini masih merupakan sesuatu hal yang sulit. Hal itu dapat di lihat kenyataan bahwa hampir semua buku atau penelitian yang mempermasalahkan sastra dan ilmu sastra selalu memulai tulisannya dengan pertanyaan apakah sastra itu ? selanjutnya disusul dengan batasan-batasan yang mendekati sebagai tolak ukurnya. Misalnya, Sapir ( dalam Pradotokusumo, 2005 : 4 ) menyatakan bahwa :” Apabila ungkapan itu sesuatu yang bermakna luar biasa, maka kita sebut itu sastra....”. Tetapi ditambahkannya bahwa ia pun tidak dapat menjawab dengan pasti ataupun memberi batasan apa yang di maksud dengan “ungkapan yang bermakna luar biasa” itu. Begitu selanjutnya dengan definisi yang diungkapkan oleh Eagleton, bahwa sastra adalah “tulisan khayalan dalam arti rekaan”.
Tidak ada yang salah dengan definisi sastra yang mereka tawarkan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa akan selalu ada saja pendapat lain yang dapat melemahkan bahkan menolak pendapat itu. Begitu seterusnya, sehingga permasalahan sastra selalu berkelanjutan seiring dengan perkembangan zaman. Telah berbagai upaya di lakukan untuk mendefinisikan sastra. Misalnya sastra didefinisikan sebagai sebuah karya yang berbentuk imajinatif. Pendefinisian sastra yang hanya pada sebatas itu tentunya tidak akan menjangkau masalah yang kemudian dihadapi dalam sastra itu sendiri. Kalau sastra dianggap sebagai karya yang berbentuk fiksi, maka pastilah ada karya yang berbentuk nonfiksi. Pembedaan sastra dari segi bentuk fiksi dan nonfiksi atau fakta pun tiba-tiba lemah. Misalnya, di Inggris akhir abad ke enam belas dan awal ke tujuh belas, kata ‘novel’ telah di jadikan untuk kejadian nyata maupun fiktif, sedangkan laporan berita bahkan tidak di anggap sebagai faktual (Eagleton, 2007 : 2 ).
Secara etimologi, kesusatraan adalah ihwal susastra berasal dari gabungan “su” artinya baik atau bagus atau indah ditambah “sastra” yang artinya tulisan ( Haryanto, 1985 : 373 ).
Selanjutnya sastra di definisikan berdasarkan keunikan bentuk bahasa yang di gunakan. Dalam teori semacam ini, sastra adalah jenis tulisan yang menurut kritikus Rusia, Roman Jakobson, menyajikan tindak kekerasan teratur terhadap ujaran biasa. Sastra mentransformasi dan mengintensifkan bahasa biasa, menyimpangkan bahasa secara sistemarstis dari ujaran sehari-hari ( Eagleton, 2007 : 2-3 ). Jadi, dalam hal ini bahasa yang digunakan sastra adalah bahasa yang bebas.
Hal yang bisa menetralkan untuk semua jenis metode dan pendekatan dalam kajian karya sastra adalah bahwa bagaimana dan arah manapun sastra itu di kaji, ‘bahasa’ adalah sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan akhir dari kajian itu. Hal itu seperti yang di kemukakan oleh Rahmanto ( 1989 : 10 ), yaitu :
“Sastra mengandung kumpulan dan sejumlah bentuk bahasa yang khusus, yang digunakan dalam berbagai pola yang sistematis untuk menyampaikan segala perasaan dan pikiran”.
Pada dasarnya, pemberian definisi tentang karya sastra tidak akan pernah tuntas bila penepatannya hanya melihat pada satu batasan tertentu. Kita perlu akui bahwa penetapan batasan tentang sastra sangatlah sulit yang di sebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan sastra yang demikian pesat. Oleh karena itu, untuk memberi penjelasan tentang sastra, hendaknya disesuaikan dengan arah mana kajian itu dibawa. Misalnya, melihat sastra sebagai sebuah struktur ( struktural ), sastra sebagai sebuah imitasi dari kenyataan ( mimesis ), dan sebagainya, atau bahkan memadukan beberapa pendekatan tertentu yang dianggap bisa menuntaskan masalah yang sedang diteliti.
B. Pengertian Prosa Rekaan
Dalam bidang sastra, prosa sering di hubungkan dengan kata fiksi. Kita sering mendengar kata prosa fiksi. Kata “fiksi” berarti khayalan atau bersifat khayalan. Padahal dalam kenyataan, karya sastra yang berwujud prosa di ciptakan dengan bahan gabungan antara kenyataan dan khayalan. Banyak karya sastra yang justru idenya berangkat dari kenyataan. Oleh karena itu lebih tepat di gunakan istilah prosa rekaan (Siswanto, 2008:127). Dalam kamus umum Bahasa Indonesia (Badudu dan Zain, 1994 : 406) kata “ fiksi “ berarti rekaan, khayalan, tidak berdasarkan kenyataan. Sedangkan kata “rekaan “ artinya dugaan atau kira-kira, hitungan atau perhitungan ( Badudu dan Zain, 1994 : 149 ).
Prosa rekaan adalah kisah atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan peranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil proses kreatif pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita ( Siswanto, 2008 : 134 ).
C. Jenis Prosa Rekaan
Prosa di bedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa lama sering berwujud cerita rakyat ( folktale ). Prosa ini bersifat anonim, tidak di ketahui siapa yang mengarangnya dan beredar secara lisan di tengah masyarakat yang termasuk prosa lama adalah, cerita binatang, dongeng legenda, mitos, dan sage. Bentuk prosa modern bisa di bedakan atas roman, novel / novelet, dan cerpen. Jenis-jenis prosa modern tersebut di bedakan berdasarkan panjang-pendeknya dan luas-tidaknya masalah yang di paparkan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1996 : 845 ), roman di artikan sebagai karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isinya jiwa masing-masing. Dalam bidang sastra, roman di kenal sebagai bentuk prosa rekaan yang paling panjang dan tebal. Kerap juga kita mendengar bahwa roman di artikan sebagai bentuk prosa rekaan yang menceritakan tokohnya mulai dari sejak lahir sampai meninggal.
Novel merupakan bentuk prosa rekaan yang lebih pendek dari pada roman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1991 : 694 ), novel di artikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Masalah yang di bahas tidak sekompleks roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu.
Cerpen merupakan kependekan dari cerita pendek. Cerpen merupakan bentuk prosa rekaan yang pendek. Pendek di sini masih mempersyaratkan adanya keutuhan cerita, bukan asal sedikit halaman. Karena pendek, permasalahan yang di garap tidak begitu kompleks. Oleh karena itu, bahasa yang di gunakan juga bahasa yang sederhana.
D. Pengertian dan Jenis Koflik
1. Pengertian
Konflik ( conflict ), yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting ( jadi, ia akan berupa peristiwa fungsional, utama, atau kernel ), merupakan unsur esensial dalam pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah karya naratif akan dipengaruhi- untuk tidak dikatakan : ditentukan-oleh wujud dan isi konflik, bangunan konflik yang di tampilkan. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa ( baik aksi maupun kejadian ) akan sangat menentukan kadar kemenarikkan, kadar suspense, cerita yang di hasilkan ( Nurgiantoro, 2009 : 122 ). Terlepas dari kedudukannya sebagai sebuah fakta cerita tersebut akan menjadi terasa singkat dan tidak menarik, dalam artian suasana penceritaannya menjadi biasa saja. Demikian pula karya rekaan yang di harapkan oleh seorang pembacanya. Bahkan, ada asumsi bahwa bisa saja bila tidak ada konflik, maka tidak perlu ada cerita. Dengan demikian, konflik dalam sebuah cerita fakta maupun rekaan sesungguhnya berfungsi untuk menghidupkan suasana dalam cerita sehingga dapat menambah kemenarikan jalannya cerita. Penceritaan kehidupan yang tenang dan tanpa konflik biasanya di hadirkan hanya sebagai pelengkap dan fariasi penceritaan, tetapi kalu itu kehadirannyasering dan kepanjangan, maka itu justru akan menurunkan kadar kemenarikan cerita tersebut.
2. Jenis konflik
Untuk membedakan jenis-jenis konflik yang merupakan ruang lingkup penelitian ini, maka perlu di uraikan beberapa definisi mengenai jenis-jenis konflik. Menurut Nurgiantoro ( 2009 : 124 ), konflik di bedakan menjadi dua jenis, yaitu konflik fisik / eksternal dan konflik batin / internal. Konflik internal dan eksternal yang terdapat dalam sebuah karya fiksi, dapat terdiri dari bermacam-macam wujud dan tingkatan kefungsiannya. Konflik-konflik itu bisa berfungsi sebagai konflik utama atau sub-subkonflik ( konflik-konflik tambahan ). Tiap konflik tambahan haruslah bersifat mendukung-karenanya mungkin dapat juga di sebut sebagai konflik pendukung-dan memepertegas kehadiran dan eksistensi konflik utama, konflik sentral yang sendiri dapat berupa konflik internal dan eksternal atau keduanya sekaligus. Konflik utama inilah yang merupakan inti plot, inti struktur cerita, dan sekaligus merupakan pusat pengembangan plot karya yang bersangkutan ( Nurgiantoro, 2009 : 125-126 ).
a. Konflik Eksternal
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang berada di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau mungkin dengan manusia. Dengan demikian, konflik eksternal dapat di bedakan ke dalam dua kategori, yaitu konflik fisik ( physical conflict ) dan konflik sosial ( social conflict ), Jones( dalam Nurgiantoro, 2009 : 124 ).
Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Misalnya konflik dan atau permasalahan yang di alami seorang tokoh akibat adanya kemarau panjang, banjir besar, tanah longsor atau kejadian-kejadian lain yang di timbulkan oleh alam. Konflik sosial adalah konflik yang di sebabkan oleh adanya kontak sosial antar manusia. Misalnya menyangkut penghinaan, penindasan, percekcokan, peperangan atau kasus-kasus sosial lainnya. Konflik ini biasa terjadi dalam asatu tokoh melawan tokoh lain, satu tokoh melawan beberapa tokoh / kelompok masyarakat atau sebaliknya, maupun konflik sosial yang melibatkan dua kelompok masyarakat tentang kepentingan yang berbeda.
b. Konflik Batin / Internal
Konflik batin adalah konflik yang di alami oleh seseorang dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita yang merupakan permasalahan yang terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan dan masalah lainnya ( Nurgiantoro, 1995 : 124 ). Jadi, konflik batin adalah pergolakan yang terjadi dalam batin manusia itu sendiri, yang seringkali membuat pertentangan antara dua kekuatan sehingga mempengaruhi tingkah laku individu atau manusia itu sendiri. Konflik ini bisa di pengaruhi oleh watak dan karakter yang di miliki oleh setiap tokoh yang mengalami konflik tersebut.
E. Kedudukan Konflik dalam Prosa Rekaan
Prosa fiksi / rekaan adalah kisah atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu, dengan peranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil proses kreatif pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita ( Siswanto, 2008 : 134 ). Meskipun demikian, pengarang berusaha agar kisah atau cerita tersebut bisa di terima oleh pembaca sebagai cerita rekaan dengan memperhatikan konvensi sastra, bahasa, dan budaya yang ada. Melalui cerita, pembaca secara tidak langsung dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja di tawarkan pengarang dalam menuangkan ide dalam dirinya sendiri sebagai pengarang di samping untuk menarik minat pembaca sebagai penikmat karya tersebut. Konflik adalah bagian yang sangat penting dari alur sebuah cerita ( Taringan, 1984 : 134 ). Adanya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan konflik selalu melibatkan manusia ( tokoh ) sebagai pelaku utamanya dalam sebuah cerita, oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa konflik merupakan bagian yang sangat penting sebagai daya tarik dalam sebuah prosa rekaan.
2. METODE PENELITIAN
A. Metode dan Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dilakukan untuk menyajikan data secara rinci mengenai konflik dalam novel “Edensor” karya Andrea Hirata sebagai objek penelitian. Berdasarkan objek yang dikaji, penelitian ini termasuk dalam jenis kepustakaan, yakni dengan mengumpulkan sejumlah bahan atau referensi yang relefan serta mendukung penelitian ini.
B. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah teks novel “Edensor” karya Andrea Hirata yang diterbitkan pada bulan Oktober 2008, terdiri dari 290 halaman, pada cetakan ke tujuh belas, yang diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik baca dan catat, dimana peneliti membca teks novel, mencatat semua konflik yang ditemukan.
D. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sebuah struktur yang otonom. Hal ini kaitannya dengan konflik (bagian alur) sebagai unsure intrinsic kaya rekaan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Analisis Konflik
Novel “ Edensor” ditulis oleh Andrea Hirata dalam gaya penceritaan mirip seperti album foto, disajikan dalam episode-episode. Selanjutnya, ketika mozaik-mozaik tersebut dikumpulkan akan terbentuklah sebuah cerita yang utuh (novel).
Dalam setiap mozaik yang membangun cerita “Edensor ”, di dalamnya telah memiliki alur, tokoh dan unsure intrinsic lainnya. Berbicara tentang alur, berate didalamnya termasuk konflik. Dalam penelitian ini banyak ditemukan konflik yang membangun alur cerita “Edensor”. Konflik-konflik tersebut hampir ada dalam setiap mozaik-mozaiknya. Konflik-konflik yang di maksud ada yang berfungsi sebagai konflik utama, inti, atau sentral dan ada pula yang berfungsi sebagai konflik pendukung atau tambahan yang dapat mempertegas kehadiran konflik sentral.
Pada dasarnya, novel “Edensor” karya Andrea Hirata merupakan kelanjutan cerita dari novel “sang pemimpi” dengan pengarang yang sama. Ada empat hal penting yang diperjuangkan Ikal dalam perjalanan hidupnya yang tergambar dalam cerita “Edensor”, yaitu :
1. Pencarian Ikal untuk menemukan dirinya sendiri;
2. Pencarian Ikal untuk menemukan cintanya;
3. Perjuangan Ikal untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang master ekonomi; dan
4. Perjuangan Ikal untuk mewujudkan mimpinya mengelilingi Eropa dan Afrika.
Ke empat hal tersebut secara bersama-sama dan saling berhubungan membentuk alur novel tersebut. Dari peristiwa itu lahirlah konflik, baik konflik yang terjadi dalam diri tokoh (batin) antara tokoh dengan tokoh (sosial), maupun tokoh dengan lingkungan (fisik).
1. Konflik Eksternal
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang berada di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau dengan tokoh lain. Dengan demikian, konflik eksternal dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu konflik fisik dan konflik social, Jones (dalam Nurgiantoro,2009:124).
a. Konflik Sosial
Konflik social adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak social antarmanusia. Konflik social yang terdapat dalam cerita novel “Edensor” antara lain:
1). Konflik social antara Mak Birah dengan Ibu
Konflik terjadi dalam penceritaan Mbak Birah kepada Ikal mengenai pertentangannya dengan Ibu saat kelahiran Ikal dulu. Tokoh ibu yang memiliki watak keras kepala, tidak mengindahkan perintah Mak Birah . Meskipun Mak Birah berulang kali menyuruh Ibu untuk mengejan, ibu tetap diam dan tidak mengejan meskipun ketubannya sudah pecah dan pendarahan. Ibu tetap bertahan pada pendiriannya untuk melahirkan anaknya setelah jarum jam menunjukkan lewat jam dua belas malam. Peristiwa itu lahir menjadi konflik social setelah bentakan ibu terhadap Mak Birah. Bentakan itu berarti perlawanannya terhadap keinginan Mak Birah. Pertentangan itulah yang menjadi konflik antara keduanya.
2). Konflik social antara tokoh ayah dan tokoh ibu
Konflik ini terjadi karena ketidaksetujuan tokoh ibu terhadap pemberian nama”Andrea” untuk nama baru Ikal. Ibu menganggap nama itu adalah nama perempuan Eropa. Sedangkan Ayah setuju dengan harapan merubah taabiat Ikal sebelumnya.
3). Konflik antara Ikal dan A Miuw
Konflik antara Ikal dan A Miuw, ayah A Ling terjadi saat Ikal pergi di rumahnya untuk menemui A Ling. Ikal bertemu A Miuw dan hendak minta izin untuk bertemu A Ling, namun A Miuw tidak memberi kesempatan Ikal untuk bicara.
4). Konflik antara Arai dan Zaskia Nurmala
Konflik yang terjadi antara Arai dengan Zaskia termasuk konflik percintaan, dimana Arai di sini dilanda rasa sangat suka (jatuh cinta) kepada Zaskia. Aria telah banyak menciptakan puisi untuk Zaskia, pernah juga menyanyikan lagu untuk Zaskia di bawah jendela kamarnya, bahkan dia pernah kehujanan, bersepeda sepuluh kilometer hanya untuk menemui Zaskia selama lima menit. Meskipun semua itu telah dilakukan Arai, namun tidak mengubah perasaan Zaskia terhadapnya. Kunci konfliknya terletak pada dua keinginan tokoh yang berlawanan. Arai yang tetap berjuang meski ditolak dan juga Zaskia yang terus menolak Arai meski dengan apa yang telah ditunjukkan Arai kepadanya.
5). Konflik Ikal dan Arai dengan Begundal Rumania
Konflik terjadi antara Ikal dan Arai melawan para begundal Rumania, yakni Kostov, Ronin, dan Gothia. Ketegangan itu terjadi tengah malam, diawali pada saat mereka(tokoh aku dan Arai) sedang tidur, tiba-tiba backpack yang dijadikannya bantal ditarik seseorang yang tak lain adalah para begundal Rumania. Yang menghendaki semua barang yang mereka miliki. Tokoh aku dan Arai membela diri dan mempertahankan backpack yang mereka miliki.
6). Konflik social antara penganut ekonomi moneter dengan penganut ekonomi klasik Adam Smith
Konflik social terjadi disebabkan oleh perbedaan pendapat atau aliran mengenai ilmu ekonomi antara Dr. Woodward (penganut ekonomi moneter) dengan penganut ekonomi klasik Adam Smith. Konflik berlanjut ketika ada beberapa mahasiswa melakukan konsultasi tesisnya di ruangan Dr. Woodward. Peristiwa itu merupakan debat pendapat menyangkut teori ekonomi, yaitu antara Dr. Woodward, mahasiswa Prancis, dan mahasiswa Irlandia sebagai penganut teori moneter, melawan mahasiswa Rusia dan Spanyol yang menganut teori klasik Adam Smith.
7). Konflik antara Stanfield dengan Townsend
Konflik social yang menimpa Stanfield dengan Townsend adalah konflik yang sudah mengakar dan susah menentukan titik netralnya karena satu sama lain selalu menginginkan pertentangan, tidak lagi mempertimbangkan kebenaran.
8). Konflik antara tokoh ayah dengan para tenaga ahli pertanian
Konflik ini mengenai keadaan cengkeh yang mereka tanam belum juga berbunga. konflik ini merupakan cerita ayah dalam surat yang diterima Ikal. Menurut para ahli, penyebabnya adalah karena tanah Belitong tidak cocok untuk lahan pertanian, sedangakan menurut ayah hal itu disebabkan oleh kesalahan orang melayu itu sendiri dalam takaran pemberian pupuk pada tanaman.
9). Konflik antara Ikal dan Sopir Gay
Konflik social ini disebabkan oleh tawaran supir seorang gay untuk naik mobil bersama-sama mereka. Meski Ikal menjawab tidak bersedia ikut bersama-sama mereka, namun supir tersebut tetap memaksa. Konflik semakin tajam ketika supir tersebut menawarkan materi.
b. Konflik Fisik
Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Misalnya, konflik atau permasalahan yang dialami seorang tokoh akibat adanya kemarau panjaang, baanjir, tanah longsor atau kejadian-kejadian lain yang disebabkan oleh alam. Adapun konflik fisik yang terdapat dalam novel “Edensor” adalah :
1). Konflik fisik yang dialami Arai dan Ikal
Konflik yang dialam Ikal dan Arai adalah konflik melawan suhu yang ada di kutu utara. Ketidaksiapan tokoh Ikal (aku) dan Arai menghadapi suhu dingin yang melanda kota Brugge, tepatnya di kutub utara mengakibatkan kedua tokoh itu kewalahan dan menderita batin, meskipun kondisi suhu itu hanya berlangsung singkat, yakni hanya pada malam hari. Keadaan itu hamper merenggut nyawa tokoh aku. Tokoh aku (Ikal) dan Arai yang telah terbiasa dengaan suhu Belitong, membuat mereka kalut dan tersiksa menghadapi dinginnya suhu kota Brugge.
2). Konflik rakyat belitong terhadap kondisi iklimnya
Konflik ini terjadi karena kondisi alam/tanah sehingga cengkeh-cengkeh yang ditanam tidak daapat menunjukkan ciri-ciri untuk berputik. Hal itu, dipertegas oleh para ahli/peneliti bahwa tanah belitong tidak cocok untuk pertanian karena banyak mengandung unsur-unsur tambang.
2. Konflik Internal/Batin
a. Konflik internal tokoh Ibu
Konflik internal/ batin yang dialami tokoh ibu disebabkan oleh kenakaln tokoh Ikal. Kemarahan yang ingin diluapkannya kepada Ikal tertahan oleh kesadaran bahwa watak yang melekat pada diri Ikal adalah wataknya sendiri.
b. Konflik internal Ikal
1) Keinginan Ikal menolak nama baru pemberian ayahnya
2) Ikal menahan rasa sakit
3) Krtikan Ikal terhadap aaliran ekonnmi moneter
4) Pertentangan antara cita-cita Ikal dengan permintaan ayahnya
5) Pertarungan antara moral dan materi
6) Keraguan Ikal : apakah perawat yang bekerja di Zaire itu adalah A Ling atau bukan.
c. Konflik internal ayah
Pertentangan batin yang ada dalam diri ayah terjadi karena kemrahan warga kampung atas perbuatan Ikal yang membuat onar kampung dengan memimpin santri untuk menjarah penganan yang dibawa ke mesjid yang disumbangkan warga saat bulaan ramadan dan membujuk adiknya yang nomor enam untuk menyanyikan lagu “ Indonesia Raya” dengan pengeras suara mesjid. Konflik terjadi ketika tokoh ayah berada pada posisi yang erba salah. Satu sisi dia ingin marah pada Ikal dan hendak menghukumnya karena telah membuatnya malu, tapi di sisi lain tokoh ayah tidak tega untuk bersikap keras terhadap anaknya.
d. Konflik internal Arai
Konflik yang terjadi disini adalah pertentangan jiwa Arai menginginkan Zakiah untuk jadi kekasihnya dengan kenyataan bahwa Zakiah menolak cintanya.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: sinar Baru Algensindo.
Badudu, J.S., dan Zain, S.M. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Eagleton, Terry. 2007. Teori Sastra. Yogyakarta: Jalasutra.
Hirata, Andrea. 2008. Edensor (dalam sebuah novel). Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.
Pradotokusumo, Partini Sarjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: Gramedia.
Pusat Bahasa. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rahmanto, B. 1989. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Saryono, Djoko. 2009. Dasar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Elmatera Publishing.
Siwanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.
Tarigan, H.G. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Welek dan Weren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar