Henra Karlina
Media Jurnalistik
Kamis, 21 November 2013
Faktor-faktor Terjadinya Alih Kode#
Alih kode terjadi karena faktor-faktor berikut:
a. Penutur dan Pribadi Penutur
Dalam suatu peristiwa tutur, penutur kadang-kadang sengaja beralih kode terhadap mitra bahasa karena dia mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dipandang dari pribadi pembicara, ada berbagai maksud dan tujuan beralih kode antara lain pembicara ingin mengubah situasi pembicaraan, yakni dari situasi formal yang terikat ruang dan waktu ke situasi non-formal yang tidak terikat ruang dan waktu. Pembicara tak jarang pula melakukan campur kode bahasa satu ke dalam bahasa yang lain karena kebiasaan atau karena rasa ingin menonjolkan identitasnya.
b. Mitra Tutur
Mitra tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa. Misalnya seorang pembicara yang mula-mula menggunakan satu bahasa dapat beralih kode menggunakan bahasa lain dengan mitra bicaranya yang mempunyai latar belakang bahasa daerah yang sama. Seorang bawahan yang berbicara dengan seorang atasan melakukan campur kode yaitu menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi kata-kata dalam bahasa daerah yang nilai tingkat tuturnya tinggi dengan maksud untuk menghormati.
c. Hadirnya Penutur Ketiga
Untuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda. Dalam situasi ini, kadang alih kode juga digunakan untuk menyampaikan pesan yang tidak ingin dimengerti oleh penutur ketiga.
d. Tempat Tinggal dan Waktu tuturan Berlangsung
Pembicaraan yang terjadi di sebuah pasar, misalnya, dilakukan oleh masyarakat dari berbagai etnis. Dalam masyarakat yang begitu kompleks semacam itu akan timbul banyak alih kode dan campur kode. Seorang penjual di sebuah pasar yang multilingual ketika dia berbicara dengan pembeli yang memliiki etnik akan cenderung menggunakan bahasa daerah yang sama dalam transaksinya tetapi ketika hadir pembeli lain dia pun akan cepat beralih kode ke dalam bahasa yang lain dan kadang juga tanpa disadari melakukan campur kode antara bahasa pertama dan bahasa kedua yang digunakannya.
e. Modus Pembicaraan
Modus pembicaraan merupakan sarana yang digunakan untuk berbicara. Modus lisan (tatap muka, melalui telepon,atau melalui audio visual) lebih banyak menggunakan ragam non-formal dibandingkan dengan modus tulis (surat dinas, surat kabar, buku ilmiah) yang biasanya menggunakan ragam formal. Dengan modus lisan lebih sering terjadi alih kode dan campur kode daripada dengan menggunakan modus tulis.
f. Topik/ Pokok Pembicaraan
Pokok Pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa tak baku, gaya emosional, dan serba seenaknya. Sebaliknya dalam topik pembicaraan yang formal dan ilmiah kerap terjadi campur kode ketika seorang pembicara tidak menemukan ungkapan atau padanan yang mampu mewakili gagasan dalam bahasa pengantarnya atau campur kode sengaja kerap dilakukan saat pembicara ingin menonjolkan pribadinya.
KODE ETIK GURU#
A. Pengertian Kode Etik
Secara etimologis kode etik berarti pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik merupakan pola aturan atau tata cara ets sebagai pedoman berperilaku.
B. Fungsi Kode Etik
Adapun fungsi kode etik adalah sebagai berikut.
a. Agar guru memiliki pedoman dan arah yang jelas dalam melaksanakan tugasnya, sehingga terhindar dari penyimpangan profesi;
b. Agar guru bertanggung jawab pada profesinya;
c. Agar profesi guru terhindar dari perpecahan dan pertentangan internal;
d. Agar guru mampu meningkatkan kualitas dan kinerja masyarakat sehingga jasa profesi guru diakui dan digunakan oleh masyarakat sebagi profesi yang membantu dalam memecahkan masalah dan mengembangkan diri;
e. Agar profesi guru terhindar dari campur tangan profesi lain dan pemerintah secara kurang proporsional.
C. Kode Etik Guru Indonesia (PGRI,1989)
Guru indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian kepada tuhan yang maha esa, bangsa dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 agustus 1945. Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman kepada dasar-dasar sebagai berikut.
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya suasana belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial
8. Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi pgri sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam pendidikan.
Rabu, 20 November 2013
Tes Objektif dan Tes Subjektif#
TUGAS
PENILAIAN PENGAJARAN
OLEH
HENRA KARLINA
A1D1 11 067
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2013
PENILAIAN PENGAJARAN
OLEH
HENRA KARLINA
A1D1 11 067
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2013
1. Kelemahan dan kelebihan tes objektif dan tes subjektif
a. Tes objektif
Kelemahan
1. Tes objektif diragukan kemampuannya untuk mengukur hasil belajar yang kompleks dan tinggi.
2. Peluang melakukan tebakan (guessing) sangat tinggi.
3. Penyusunan tes sukar dan memerlukan waktu yang cukup banyak.
4. Kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk menyatakan kemampuan ilmiahnya.
5. Sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
6. Kerjasama antar siswa dalam mengerjakan soal lebih terbuka
7. Banyak memakan biaya, karena lembaran item- item test harus sebanyak jumlah pengikut test.
Kelebihan
1. Penilaiannya yang sangat objektif: Sebuah jawaban hanya mempunyai dua kemungkinan, benar atau salah.
2. Toleransi di antara salah dan benar tidak diberikan karena tingkat kebenarannya bersifat mutlak.
3. Soal objektif memiliki reliabilitas yang tinggi, siapapun yang menilai dan kapanpun dinilai, hasilnya akan tetap sama.
4. Butir soal yang banyak memungkinkan untuk mencakup semua daerah prestasi yang hendak diukur (representatif).
5. Lebih mudah dan cepat karena pemeriksaannya menggunakan kunci.
6. Dapat digunakan untuk menilai kelompok yang besar.
7. Menghindari kemungkinan siswa berspekulasi dalam mempelajari bahan pelajaran.
8. Tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.
9. Dalam satu kali ujian dapat menanyakan banyak materi yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran.
10. Validitas isi tes dapat dipertanggungjawabkan.
11. Jika dikonstruksi dengan baik tes objektif dapat mengukur semua jenjang proses berpikir dari yang sederhana (ingatan) sampai dengan yang kompleks (evaluasi).
b. Tes subjektif
Kelemahan
1. Persiapan untuk menyusun jauh lebih sulit dari pada tes esai karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelamahan yang lain.
2. Soal-soal cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
3. Kerjasama antarsiswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
4. Pemeriksaanya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
5. Waktu untuk mengoreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
6. Baik-buruk tulisannya dan panjang-pendeknya jawaban yang tidak sama mudah menimbulkan evaluasi dan penskoran (scoring) yang tidak atau kurang objektif.
7. Karakteristik pembuatan tes uraian yang berbeda-beda bagi setiap guru dapat menimbulkan salah pengertian bagi si penjawab.
Kelebihan
1. Bagi guru, menyusun tes tersebut sangat mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama.
2. Si penjawab mempunyai kebebasan dalam menjawab dan mengeluarkan isi hati atau buah pikirannya.
3. Melatih mengeluarkan buah pikiran dalam bentuk kalimat atau bahasa yang teratur (melatih kreasi dan fantasi).
4. Lebih ekonomis, hemat karena tidak memerlukan kertas yang terlalu banyak untuk membuat soal tes, dapat didiktekan atau ditulis di papan tulis.
5. Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan.
6. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan.
2. Macam-macam tes objektif
a. Bentuk Tes Benar Salah (True-False Test)
Tes benar salah adalah bentuk tes yang mengajukan beberapa pernyataan yang bernilai benar atau salah. Biasanya ada dua pilihan jawaban yaitu huruf B yang berarti pernyataan tersebut benar dan S yang berarti pernyataan tersebut salah. Tugas peserta tes adalah menentukan apakah pernyataan tersebut benar atau salah. Contoh salah satu tes bentuk uraian adalah :
B S : Ibukota Peru berjumlah lima buah.
B S : Manado adalah Ibukota propinsi Sulawesi Utara
Kelebihan Tes Benar Salah:
- Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak memakan tempat yang banyak
- Mudah dalam penyusunannya
- Petunjuk mengerjakannya mudah dimengerti
- Dapat digunakan berkali-kali
- Objektif
- Praktis
Kelemahan Tes Benar Salah:
- Mudah ditebak
- Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan kemungkinan benar atau salah
- Reliabilitasnya rendah.
- Hanya dapat mengungkapkan daya ingat dan pengenalan kembali
Petunjuk Penyusunan:
- Hindari kalimat negatif, yakni kalimat yang mengandung kata “tidak” atau “bukan”.
- Pernyataan harus disusun sedemikian rupa sehingga siswa yang memiliki pengertian samar-samar dapat terkecoh dalam menjawabnya.
- Dalam menyusun keseluruhan tes, diharapkan item yang mengandung “salah sedikit” cukup banyak.
b. Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Tes pilihan ganda merupakan tes yang menggunakan pengertian/ pernyataan yang belum lengkap dan untuk melengkapinya maka kita harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban benar yang telah disiapkan. Apabila dilihat konstruksinya maka tes pilihan ganda terdiri dari dua hal pokok yaitu stem atau pokok soal dengan 4 atau 5 alternatif jawaban. Satu di antara alternatif jawaban tersebut adalah kunci jawaban. Alternatif jawaban selain kunci disebut dengan pengecoh (distractor). Semakin banyak alternatif jawaban yang ada (misalnya 5) maka probabilitas menebaknya akan semakin kecil. Ada lima ragam tes pilihan ganda yang sering digunakan yaitu:
a. Pilihan ganda biasa (melengkapi pilihan)
Bentuk ini merupakan suatu kalimat pernyataan yang belum lengkap dan diikuti empat atau lima kemungkinan jawaban yang tepat dan melengkapi pernyataan tersebut.
b. Hubungan antar hal (Sebab akibat)
Bentuk tes ini terdiri dari dua kalimat : satu kalimat pernyataan dan satu kalimat alasan. Ditanyakan apakah pernyataan memiliki hubungan sebab akibat atau tidak dengan alasan.
c. Analisa Kasus
Bentuk tes analisa kasus ini menghadapkan peserta pada satu masalah.
d. Membaca Diagram, atau tabel
Bentuk soal ini mirip dengan bentuk pilihan ganda biasa, hanya saja disertai dengan tabel.
e. Asosiasi pilihan ganda
Bentuk soal ini sama dengan bentuk soal melengkapi pilihan, yakni suatu pernyataan yang tidak lengkap yang diikuti dengan beberapa kemungkinan, hanya perbedaan pada bentuk asosiasi pilihan ganda kemungkinan jawaban bisa lebih dari satu, sedangkan melengkapi pilihan hanya satu yang paling tepat.
Petunjuk :
Pilih A jika (1), (2) dan (3) benar
Pilih B jika (1) dan (3) benar
Pilih C jika (2) dan (4) benar
Pilih D jika hanya (4) yang benar
Pilih E jika semuanya benar
Saran Pembuatan Soal Pilihan Ganda:
- Pernyataan dan pilihan merupakan suatu rangkaian kalimat
- Hindari pilihan yang tidak ada kaitannya satu sama lain
- Buat pilihan yang mirip dengan jawaban kunci
- Letak kunci jawaban sebaiknya tidak selalu berada pada tempat (poin) yang sama
- Hindari kaitan antara satu soal dengan soal lainnya
c. Menjodohkan (Matching Test)
Menjodohkan terdiri atas satu sisi pertanyaan dan satu sisi jawaban, setiap pertanyaan mempunyai jawaban pada sisi sebelahnya. Siswa ditugaskan untuk memasangkan atau mencocokkan, sehingga setiap pertanyaan mempunyai jawaban yang benar.
Kelebihan:
- Dipergunakan untuk menilai bermacam-macam hal, misalnya: problem dan penyelesaiannya, sebab akibat, istilah dan definisinya, dsb.
- Relatif mudah disusun.
- Jika disusun dengan baik, maka faktor menerka-nerka dapat dihilangkan.
- Dapat dinilai dengan mudah, cepat dan objektif.
Kelemahan:
- Sukar menyusun test jenis ini yang benar-benar baik.
- Untuk menilai ingatan saja.
- Pengarahan jawaban sering terjadi
- Memakan banyak waktu dan tenaga untuk menyusunnya.
d. Tes Isian (Complementary Test)
Tes isian terdiri dari kalimat yang dihilangkan (diberi titik-titik). Bagian yang dihilangkan ini yang diisi oleh peserta tes merupakan pengertian yang diminta agar pernyataan yang dibuat menjadi pernyataan yang benar.
Contoh:
1. Yang merupakan nama asli dari Sultan Hamengkubuwono X adalah …..
2. Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran ……………….. beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran ……………, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi.
Selasa, 19 November 2013
Campur kode#
TUGAS
SOSIOLINGUISTIK
OLEH
HENRA KARLINA
A1D1 11 067
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
KATA PENGANTAR
Tak ada kata yang indah yang patut kami ucapkan selain ucapan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa halangan yang berarti.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada segala pihak, jika dalam penyusunan makalah ini terdapat kekeliruan atau ada kata yang tidak berkenan di hati pembaca. Kami menyadari sebagai manusia biasa tentu tidak luput dari kekeliruan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami sangat harapkan untuk kesempurnaan penyusunan selanjutnya.
Kendari, September 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..
A. Latar Belakang………………………………………………..
B. Rumusan Masalah………………………………………………..
C. Tujuan dan Manfaat……………………………………………
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….
A. Pengertian Campur Kode………………………………………
B. Latar Belakang Campur Kode………………………………….
C. Beberapa Macam Wujud Campur Kode………………………….
BAB III PENUTUP………………………………………………………….
A. Kesimpulan………………………………………………………
B. Saran…………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa sebagai wahana komunikasi digunakan setiap saat. Bahasa merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1982: 19). Manusia menggunakan bahasa dalam komunikasi dengan sesamanya pada seluruh bagian kehidupan.
Sebagai alat komunikasi dengan sesamanya bahasa terdiri atas dua bagian yaitu bentuk atau arus ujaran dan makna atau isi. Bentuk bahasa adalah bagian dari bahasa yang diserap panca indera entah dengan mendengar atau membaca. Sedangkan makna adalah isi yang terkandung didalam bentuk-bentuk tadi, yang dapat menimbulkan reaksi tertentu (Keraf, 1982: 6).
Hubungan antara bahasa dengan sistem sosial dan sistem komunikasi sangat erat. Sebagai sistem sosial pemakaian bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti usia, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan profesi. Sedangkan sebagai sistem komunikasi, pemakaian bahasa dipengaruhi oleh faktor situasional yang meliputi siapa yang berbicara dengan siapa, tentang apa (topik) dalam situasi bagaimana, dengan tujuan apa (tulisan, lisan) dan ragam bagaimana (Nababan, 1986: 7).
Berdasarkan sarana tuturnya bahasa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Pada bahasa lisan pembicara dan pendengar saling berhadapan secara langsung sehingga mimik, gerak, dan intonasi pembicara dapat memperjelas maksud yang akan disampaikan. Sedangkan untuk bahasa tulisan walaupun penulis dan pembaca tidak berhadapan langsung tulisan dapat dimengerti oleh pembaca berkat penggunaan tanda baca, penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
Lindgren sebagaimana dikutip Poejosoedarmo (1073: 30) mengatakan bahwa fungsi bahasa yang paling mendasar adalah alat pergaulan dan perhubungan manusia. Baik tidaknya jalinan komunikasi antara manusia ditentukan oleh baik tidaknya bahasa mereka.
Bahasa sebagai objek dalam sosiolinguistik tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana linguistik umum tetapi sebagai sarana komunikasi dalam masyarakat. Dalam masyarakat manusia bahasa merupajan faktor yang penting untuk menentukan lancar tidaknya suatu komunikasi. Oleh karena itu ketepatan berbahasa sangat diperlukan demi kelancaran komunikasi. Ketepatan berbahasa tidak hanya berupa ketepatan memilih kata dan merangkai kalimat tetapi juga ketepatan melihat situasi. Artinya seorang pemakai bahasa selalu harus tahu bagaimana menggunakan kalimat yang baik atau tepat, juga harus melihat dalam situasi apa dia berbicara, kapan, dimana, dengan siapa, untuk tujuan apa dan sebagainya. Membicarakan suatu bahasa tidak terlepas membicarakan kategori kebahasaan yaitu variasi bahasa. Bahasa merupakan suatu kebulatan yang terdiri dari beberapa unsur. Unsur-unsur ini disebut variasi bahasa. Selanjutnya variasi bahasa memiliki beberapa keanggotaan yang disebut varian. Tiap-tiap varian bahasa inlah yang disebut dengan kode. Hal ini menunjukan adanya hierarki kebahasaan yang dimulai dari bahasa sebagai level yang paling atas disusul dengan kode yang terdiri dari varian-varian dan ragam-ragam. Istilah kode dalam hal ini dimaksudkan untuk menyebut salah satu varian dalam hierarki bahasa. Weinrich (dalam Chaer dan Agustina, 1995: 115) menyatakan bahwa bahasa dan kode mempunyai hubungan timbal balik, artinya bahasa adalah kode dan sebuah kode dapat saja berupa bahasa.
Situasi kebahasaan, perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, serta perkembangan teknologi yang semakin canggih, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri mengakibatkan terjadinya campur kode dalam berbahsa. Menurut Suwito (1985:74) campur kode merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya. Campur kode sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah :
a. Apa latar belakang terjadinya campur kode ?
b. Jelaskan beberapa macam wujud campur kode !
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui latar belakang terjadinya campur kode dan macam-macam wujud campur kode.
Manfaat
Penulisan makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai latar belakang terjadinya campur kode dan macam-macam wujud campur kode yang merupakan materi mata kuliah Sosiolinguistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Campur Kode
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Kridalaksana (1982; 32) memberikan batasan campur kode atau interferensi sebagai penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya. Nababan (1989:32) menyatakan bahwa suatu keadaan berbahasa menjadi lain bilamana orang mencampurkan dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu. Tindak bahasa yang demikian disebut campur kode. Campur kode dapat juga dikatakan sebagai alih kode yang berlangsung cepat dalam masyarakat multilinguistik (Holmes, 2001:42).
Dalam situasi berbahasa yang formal, jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat campur kode dalam keadaan formal biasanya disebabkan karena keterpaksaan tidak adanya ungkapan atau padanan yang tepat dalam bahasa yang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa lain (bahasa asing).
B. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode
Latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu tipe yang berlatar belakang pada sikap (attitudinal type ) dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan (linguistic type). Keduanya saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih. Atas dasar latar belakang sikap dan kebahasaan yang saling bergantung dan bertumpang tindih seperti itu, dapat diidentifikasikan beberapa alasan atau penyebab yang mendorong terjadinya campur kode. Alasan-alasan itu antara lain:
• Identifikasi peranan.
• Identifikasi ragam.
• Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan.
Ukuran untuk identifikasi peranan adalah register dan educational. Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa dimana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia di dalam hierarki status sosialnya. Sedangkan keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan nampak karena campur kode juga mendai sikap dan hubungannya terhadap orang lain dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya. Misalnya bercampur kode dengan unsur-unsur bahasa Belanda di Indonesia menunjukkan bahawa penuturnya termasuk orang “ tempo doeloe, terpelajar dan bukan orang sembarangan “. Sedangkan bercampur kode dengan unsur-unsur bahasa Inggris dapat member kesan bahwa si penutur “ orang masa kini” berpendidikan cukup dan mempunyai hubungan luas. Campur kode dengan unsur-unsur bahasa Arab member kesan bahwa dia seorang muslim, taat beribadah, dan pemuka agama Islam yang memadai. Campur kode tersebut bersifat ke luar.
Campur kode ke dalam nampak misalnya apabila seorang penutur menyisipkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam bahasa nasional, unsur-unsur dialeknya ke dalam daerahnya atau unsur-unsur ragam gayanya ke dalam dialeknya. Penyisipan demikian juga dapat menunjukkan identifikasi peranan tertentu, identifikasi register tertentu atau keinginan dan tafsiran tertentu. Campur kode dengan unsur-unsur bahasa daerah menunjukkan bahwa si penutur cukup kuat rasa daerahnya atau ingin menunjukkan kekhasan daerahnya. Bercampur kode dengan unsur-unsur dialek Jakarata dapat memberi kesan bahwa penuturnyaa termasuk “orang metropolitan” bukan lagi orang udik, telah keluar dari lingkungannya yang sempit dan sebagainya. Demikianlah maka campur kode itu terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan (penutur) , bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya, penutur yang mempunyai latar belakang sosial, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Pemilihan bentuk campur kode demikian dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identifikasi kepribadiannya di dalam masyarakat.
C. Beberapa Macam Wujud Campur Kode
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, campur kode dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain:
• Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata
Kata merupakan unsur terkecil dalam pembentukan kalimat yang sangat penting peranannya dalam tata bahasa, yang dimaksud kata adalah satuan bahasa yang berdiri sendiri, terdiri dari morfem tunggal atau gabungan morfem.
Contoh:
“Mangka sering kali sok kata-kata seolah-olah bahasa daerah itu kurang penting”.
(“Padahal sering kali ada kata-kata seolah-olah bahasa daerah itu kurang penting”)
“Padahal sering kali ada anggapan bahwa bahasa daerah itu kurang penting”
• Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak prediktif, gabungan itu dapat rapat dan dapat renggang (Harimurti, 2001: 59).
Sedangkan Parera (1988: 32) mengartikan frasa sebagai konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun tidak.
Contoh :
“Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia ya tak teken”.
(“Nah karena saya sudah terlanjur baik dengan dia, ya saya tanda tangan”).
“Nah karena saya sudah benar-benar baik dengan dia, maka saya tanda tangani”.
• Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster
Baster merupakan hasil perpaduan dua unsur bahasa yang berbeda membentuk satu makna (Harimurti, 1993: 92).
Contoh:
Banyak klap malam yang harus ditutup.
Hendaknya segera diadakan hutanisasi kembali.
• Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata
Perulangan kata merupakan kata yang terjadi sebagai akibat dari reduplikasi.
Contoh:
Sudah waktunya kita menghindari backing-backing dan klik-klikan.
Saya sih boleh-boleh saja, asal tidak tanya-tanya lagi.
• Penyisipan unsur-unsur yang bewujud ungkapan atau idiom
Idiom merupakan konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain atau dengan pengertian lain idiom merupakan konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya.
Contoh:
Pada waktu ini hendaknya kita hindari cara bekerja alon-alon asal kelakon (perlahan-lahan asal dapat berjalan).
Yah apa boleh buat, better laat dan noit (lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali).
• Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa
Harimurti (2001: 110) mendefinisikan klausa sebagai satuan gramatikal yang berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat serta mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.
Contoh:
Mau apa lagi, ik heb toch iets gedaan (saya toh sudah berusaha).
Pemimpin yang bijaksana akan selalu bertindak ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (di depan memberi teladan, di tengah mendorong semangat, di belakang mengawasi).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Campur kode adalah penggunaan satuan bahasa dari bahasa yang lain dalam satu klausa yang sama untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa sebagai akibat dari pemakaian dua bahasa atau lebih.
Campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara penutur, bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai latar belakang tertentu cenderung memilih bercampur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Pemilihan bentuk campur kode demikian dimaksudkan untuk mewujudkan status sosial dan identifikasi pribadinya dalam masyarakat.
Latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya terdiri dua tipe yaitu tipe yang berlatar belakang pada sikap dan tipe yang berlatar belakang pada kebahasaan. Selanjutnya atas dasar dua tipe tersebut Suwito (1996:90) mengidentifikasikan alasan terjadinya campur kode antara lain ialah : (a) identifikasi peranan, (b) identifikasi ragam, dan (c) keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Dalam hal ini pun ketiganya saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih.
Ukuran untuk identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan edukasional. Campur kode yang terjadi ditunjukan untuk mengidentifikasi peranan penutur, baik secara sosial, registral, maupun edukasional. Misalnya dalam pemakaian bahasa jawa pemilihan variasi bahasa dan cara mengekpresikan variasi bahsa itu dapat memberi kesan tertentu baik tentang status sosial ataupun tingkat pendidikan penuturnya.
Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa yang digunakan untuk bercampur kode yang akan menempatkan penutur dalam hierarki status sosial.
Identifikasi keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan tampak dalam sikap terhadap penutur. Penutur yang bercampur kode dengan unsur-unsur bahasa Inggris dapat memberi kesan bahawa si penutur “ orang masa kini”, berpendidikan cukup dan mempunyai hubungan yang luas
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, campur kode dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain:
a. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata
b. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa
c. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster
d. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata
e. Penyisipan unsur-unsur yang bewujud ungkapan atau idiom
f. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa
DAFTAR PUSTAKA
Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar . Jakarta: Gramedia
Sumarsono dan Paina Pariana, 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Puisi#
Menyesal#
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang sudah membayang
Batang usiaku sudah tinggi hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta
Ah, apa guna aku sesalkan
M
Aku lalai di enyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma
Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di pagi hari
Menuju kearah pdang bakti
Oleh : Ali Hasmy
Rindu#
Dalam pucuk-pucuk rindu
Aku mengenangnya
Meraba bayang imajinasi
Yang kupeluk dalam doa
Suaranya memantul dalam dinding hati
Meraung memanggil
Menyebut namaku
Mengikat setiap inci tubuhku
Dalam derap kerinduan
Hanya menggali rindu yang makin dalam
Lewat angin yang berbisik
Tak sungkan lagi
Kutitip salam ini
Untukmu
Ibu
Karya: Henra Karlina
KERINDUAN DAN CITA-CITA#
Malam semakin larut
Di bawah sinar rembulan
Kududuk menyendiri di teras itu
Lewat pena dan kertas
Kutorehkan segala isi hatiku
Tidak terasa air mataku
Jatuh berderai di pipi
Hati kecil ini mengenangnya
Kuteringat akan kampung halamanku
Kurindu kasih sayang, belaian, dan hembusan nafas
Ayah Bundaku
Kurindu canda tawa saudara-saudaraku
yang slalu hadir menghiasi gubuk kecil kami
Kini aku jauh
Hidup di negeri orang
Mencari sebutir permata
Untuk kupersembahkan kepada mereka
Hujan dan badai akan kulewati
Panas dan terik tak akan kuhiraukan
Lelah dan letih tak akan kumengaduh
Demi ayah bunda dan saudara-saudaraku tercinta
Ku kan berjuang dan terus berjuang
Akan slalu memendam kerinduan-kerinduanku
Demi menggapai cita-citaku
Karya: Henra Karlina
IBU#
Ibu
Jasamu bagaikan buih di lautan
Kasih sayangmu bagaikan hembusan nafas yang tiada henti
Pengorbananmu bagaikan mentari tiada mengeluh
Oh ibu ,
Dengan apa aku membalas jasa-jasamu?
Dengan tangisan di masa kecilku ?
Dengan teriakan di masa kanak-kanakku?
Dengan bentakan dan hentakan dimasa dewasaku?
Tidak ..
Sekali-kali tidak
Aku tak akan pernah bisa membalasnya
Walaupun aku menghabiskan sisa hidup ini
Untuk berbakti padamu
Ibu
Engkau tak pernah menyimpan sakit dalam hati
Engkau tak pernah menjadikan sakit sebagai dendam
Kasih sayangmu tak terhingga
Cintamu menembus waktu
Pengorbananmu membelah lautan
Namun,
Aku selalu membuatmu bersedih
Ibu
Maafkan dosa-dosa anakmu ini
Karya: Henra Karlina
Sejarah Sastra#
A. Pengertian Sejarah
Sejarah adalah suatu ilmu yang mempelajari atau membicarakan tentang peristiwa-peristiwa pentin. Peristiwa-peristiwa itu dibicarakan terurut secara kronologis sehingga tergambar adanya sebuah perkembangan . Dengan kata lain, sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
B. Pengertian Sejarah Sastra
Sejarah sastra adalah cabang ilmu sastra yang berusaha menyelidiki perkembangan sastra sejak dari mula pertumbuhannya sampai pada perkembangannya yang sekarang. Persoalan-persoalan yang menjadi objek penyelidikan, antara lain :
Perkembangan atau timbul tenggelamnya suatu genre sastra, misalnya sejarah perkembangan novel, cerpan, puisi, dan sebagainya;
Periodisasi sastra atau pembabakan waktu dalam perkembangan sastra;
Perkembangan aliran-aliran yang ada pada suatu periode atau pada suatu angkatan;
Pertumbuhan dan perkembangan gaya bahasa.
C. Sejarah Sastra Indonesia
a. Pengertian Sastra Indonesia Modern
1. Arti Modern
Kata modern pada sastra Indonesia dipergunakan tidak dalam pertentangan dengan kata klasik. Bahkan sebenarnya, istilah sastra Indonesia klasik sebagai pertentangan dengan sastra Indonesia modern tidak ada. Kata modern dipergunakan sekedar menunjukkan betapa intensifnya pengaruh barat pada perkembangan dan kehidupan kesusastraan pada masa itu. Sebelum berkembangnya sastra indonesi modern kita mengenal sastra melayu atau sering disebut juga sastra melayu lama/klasik untuk membedakan dengan sastra melayu modern yang berkembang di Malaysia.
2. Pengertian Sastra Indonesia
Ada beberapa pendapat mengenai apa yang disebut sastra Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa suatu karya sastra dapat dinamakan dan digolongkan kedalam pengertian kesusastraan Indonesia apabila :
a. Ditulis buat pertama kalinya dalam bahasa Indonesia;
b. Masalah-masalah yang dikemukakan harslah masalah-masalah Indonesia;
c. Pengarangnya haruslah bangsa Indonesia (Soemawidagdo, 1966:62).
Berdasarkan pendapat diatas pengertian sastra Indonesia mencakup tiga unsur persyaratan, yaitu bahasa, masalah yang dipersoalkan, dan pengarangnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa sastra Indonesia ialah “Sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia, mengingat sastra dan bahasa erat salin berjalin” (Enre, 1963:10).
Berdasarkan pendapat ini, persyaratan cukup dibatasi pada bahasanya. Berhubungan dengan itu maka yang dimaksud dengan sastra Indonesia adalah sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia, yang isnya memancarkan sikap dan watak bangsa Indonesia. Jadi, unsur persyaratan ada dua yaitu :
• Media bahasanya bahasa Indonesia;
• Corak is karangannya mencerminkan sikap watak bangsa Indonesia didalam memandang sesuatu masalah.
Berdasarkan uraian diatas, kiranya perlu dibedakan dan ditegaskan beberapa pengertian istilah-istilah tertentu. Sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa asing atau bahasa daerah di Indonesia kemudia diterjemahkan atau disadur dalam bahasa Indonesia, kita sebut sastra Indonesia terjemahanatau sastra Indonesia saduran. Kemudia sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa asing meskipun pengaranganya bangsa Indonesia hendaknya tetap kita pandang sebagai sastra asing, misalnya Airlangga dan Enzame Gareodaylucht yang keduanya berbentuk drama yang aslinya ditulis oleh Sanusipane dalam bahasa belanda.
Adapun sastra yang ditulis dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia disebut sastra daerah atau sastra nusantara. Jika sastra Indonesia, pengertiannya dapat mencakup sastra Indonesia dan sastra nusantara.
b. Permulaan Sastra Indonesia Modern
Seperti halnya dengan masalah pengertian sastra Indonesia, masalah permulaan satra Indonesia modern inipun menimbulkan beberapa macam pendapat. Dalam garis besarnya ada empat macam pendapat yaitu :
1. Slamet Muljannah (1953:17) dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Kemana Arah Perkembangan Puisi Indonesia?” berpndapat bahwa sastra Indonesia yang resmi haruslah dimulai dari tahun 1945. Pengertian tentang sastra Indonesia tidak dapat dipisahkan dari Indonesia sebagai nama suatu negara. Negara Republik Indonesia baru ada sejak diumumkannya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 dan baru pada tahun itu pulalah bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi Negara Republik Indonesia dan dicantumkan didalam Undang-Undang Dasar 1945. Slamet Muljannah dengan tegas berpendapat bahwa berbicara tentang bahasa ndonesia sebagai suatu istilah dewasa ini idak dapat terlepas dari masalah politik.
Terhadap pendapat Slamet Muljannah banyak orang merasa berkebaratan karena sastra sebagai suatu aspek kebuadayaan tidak selamanya sejalan dengan politik. Peristiwa-peristiwa kenegaraan tidak selalu bersamaan dengan kehidupan suatu bangsa dan demikian pula sebaliknya.
Sastra suatu bangsa tidak mesti dimulai dari saat bangsa itu memperoleh kemerdekaanya. Disamping itu, tampaknya Slamet Muljannah mencampuradukkan pengertian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kemudian mengaitkan kehidupan sastra Indonesia dengan saat ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Padahal, kenyataanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sudah berkembang sebelum proklamasi kemerdekaan.
2. Umar Junus didalam karangannya yang berjudul “Istilah dan Masa Waktu Sastra Melayu dan Sastra Indonesia” yang termuat dalam majalah Medan Ilmu Pengetahuan 1/3 Juli 1960 berpendapat bahwa sastra Indonesia baru mulai berkemang pada sekitar 28 Oktober 1928, yaitu saat diikrarkannya tri sumpah pemuda. Sebagai seorang linguis Umar Junus berpendapat bahwa sastra terikat erat sekali dengan bahasa. Tida ada bahasa maka sastra pun tidak akan ada juga. Oleh karena itu criteria penamaan suatu hasil sastra, harus terutama berdasarkan media bahasa yag dipergunakan. Suatu hasil sastra disebut sastra X karena bahasa yang dipergunakan ialah bahasa X. berdasarkan pemikiran tersebut, perkembangan sastra Indonesa dimulai sejak adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Karena menurut Umar Junus bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir sejak tahun 1928 maka perkembangan sastra Indonesia harus dimulai sejak tahun 1928, yag dapat maju atau mundursedikit dari tahun tersebut asal disertai suatu tanggung jawab. Jika ditarik garis mundur tahun 1928 kita akan bertemu dengan hasil-hasil sastra balai pustaka. Sebaliknya, jika ditarik garis maju sesudah tahun 1928 kita akan bertemu denga hasil sastra pujangga baru. Dengan keterangan diatas Umar Junus menyimpulkan bahwa sastra Indonesia baru berkembang sekitar tahun 1928 dan tepatnya pada tahun 1930-an.
Ada beberapa keberatan terhadap oendapat Umar Junus tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Dalam kenyataannya hubungan antara sastra dan bahasa tidak selalu bersifat mutlak.
b. Perkembangan sastra sebelum tahun 1928 tidak terbatas hanya pada kegiatan dan hasl-hasil badai pustaka.
c. Andaikata balai pustaka merupakan satu-satunya badan yang berperan dalam perkembangan sastra pada masa itu.
Pendapat yang menyatakan bahwa sastra Indonesia modern mulai berkembang sekitar tahun 20-an, dikemukakan dengan dua alasan yang berbeda namun pada dasarnya menyangkut dua hal yaitu :
a. Media bahasa yang dipergunakan.
Meskipun bahasa Indonesia itu secara formal diakui sebagai bahasa persatuan pada tahun 1928, kualitasnya bahasa tersebut pasti sudah berkembang pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1928 adalah sekedar tahun peresmiannya saja atau tahun pemandiannya (Menurut istilah A.Fokker) menjadi bahasa nasional.
b. Corak isi yang terdapat didalamnya
Corak isi karya sastra sudah mencerminkan sikap watak bangsa Indonesia, artinya engandung unsur kebangsaan. Pada bagian depan sudah dikemukakan, hasil-hasil satra ada sekitar tahun 20-an sudah mengandung unsur kebangsaan.
Dua hal itulah yang diperganakan sebagai dasar untuk menetapkan bahwa sastra Indonesia modern mulai berkembang sekitar tahun 20-an.
D. Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia Modern
a. Masalah Periodisasi
Pangkal perbedaan periodisasi adalah :
1. Tidak adanya kesamaan istilah yang dipergunakan. Istilah- istilah yang biasa dipakai misalnya angkatan, periode, dan generasi;
2. Tidak adanya kesamaan pengertian terhadap istilah-istilah tersebut.
3. Tidak adanya kesamaan nama yang dipergunakan untuk menyebut suatu angkatan atau suatu periode.
4. Tidak adanya kesamaan sistem yang dipergunakan.
Dengan periodisasi kita akan dapat dengan mudah mengetahui tahap-tahap perkembangan sastra Indonesia dengan corak dan aliran yang mungkin ada pada tiap tahap perkembangan itu.
Beberapa periodisasi yang pernah dikemukakan antara lain:
1. Periodisasi Bujung Saleh 2. Periodisasi H.B.Jassin
1. Sebelum tahun 20-an
2. Antara tahun 20-an hingga tahun ‘33
3. Tahun 1933 hingga Mei 1942
4. Mei 1942 hingga sekarang I. Sastra Melayu Lama
II. Sastra Indonesia Modern
1. Angkatan 20
2. Angkatan 33 atau Pujangga Baru
3. Angkatan 45 mulai sejak 1942
4. Angkatan 66 mulai kira-kira tahun 1955
3. Periodisasi Nugroho Notosusanto 4. Periodisasi Ajip Rosidi
I. Sastra Melayu Lama
II. Sastra Indonesia Modern
a. Masa Kebangkitan
1. Periode ‘20
2. Periode ‘33
3. Periode ‘42
b. Masa Perkembangan
1. Periode ‘45
2. Periode ‘50 I. Sastra Nusantara Klasik (Sastra dari berbagai bahasa daerah di Nusantara)
II. Sastra Indonesia Modern
a. Masa Kelahiran (Masa Kebangkitan)
1. Periode awal -1993
2. Periode 1933-1942
3. Periode 1942-1945
b. Masa Perkembangan
1. Periode 1945-1953
2. Periode 1953-1961
3. Periode 1961-sekarang
Dari ikhtisar-ikhtisar empat macam periodisasi diatas nyatalah bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil antara periodisasi yang satu dengan yang lain. Kesemuanya memulai perkembangan sastra Indonesia modern sejak tahun 20-an. Kesemuanya menempatkan tahun ’30, tahun ’45, dan tahun ’66, sebagai tonggak-tonggak penting dalam perkembangan sastra. Perbedaan hanya berkisar pada masalah istilah dan masalah peranan tahun 1942 dan tahun 1950 didalam perkembangan sastra Indonesia.
Periodisasi Sastra Indonesia Modern
Periode adalah sekadar kesatuan waktu dalam perkembangan sastra yang dikuasai oleh suatu sistem norma tertentu atau kestuan waktu yang memiliki sifat dan cara pengucapan yang khas yang berbeda dengan masa sebelumnya. Angkatan adalah sekelompok pengarang yang memili kesamaan konsepsi atau kesamaan ide yang hendak dilaksanakan dan diperjuangkan. Didalam ada suatu cita-cita yang mengkhidmati atau melandasi penciptaan meskipun tidak disajikan secara formal dalam suatu manifestasi atau dalam suatu rumusan. Sekelompok pengarang pada masa balai pustaka dipandang sautu angkatan karena merea pada hakikatnya tergerak oleh satu cita-cita yaitu hendak memberikan pendidikan budi pekerti dan mencerdaskan kehidupan bangsanya melalui bacaan. Angkatan pujangga baru memilki kesamaan cita-cita yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan persatuan kebangsaan Indonesia. Angkatan 45 memiliki konsepsi humanime universal dan menuju kearah pembentukan kebudayaan universal seperti yang tercantum dalam Surat Kepercayaan Gelanggang. Angkatan 66 memiliki konsepsi pemurnian pancasila dan melaksanakan ide yang terkandung dalam manifest kebudayaan.
Susunan periodisasi sejarah sastra indonsia modern adalah sebagai berikut :
a. Sastra melayu lama/klasik
b. Sastra Indonesia modern
I. Periode tahun ’20:
1. Angkatan balai pustaka
2. Sastra diluar balai pustaka
II. Periode tahun ’30:
1. Angkatan pujangga baru
2. Sastra diluar pujangga baru
III. Periode tahun ’42
IV. Periode tahun ’45;
1. Angkatan 45
2. Sastra diluar angkatan 45
V. Periode tahun ‘50
Periode tahun ‘66
VI. Angkatan 66
Periode tahun ‘70
VII. Angkatan 70/80
Peride tahun ‘2000
VIII. Angkatan 2000
1. Angkatan Balai Pustaka
a. Balai Pustaka sebagai Badan Penerbit
Angkatan Balai Pustaka lazim disebut juga Angkatan 20 atau Angkatan Sitti Nurbaya. Menyamakan Angkatan Balai Pustaka dengan Angkatan 20 sebenarnya tidak tepat karena kegiatan sastra Indonesia sekitar tahun 1920 tidak semata-mata terbatas pada kegiatan Balai Pustaka.Penamaan Angkatan Sitti Nurbaya pun tidak tepat karena penamaan itu hanya berdasarkan nama novel yang paling popular pada masa itu dalm arti paling banyak di baca orang.
Nama Balai Pustaka menunjuk dua pengertian :
(1) Sebagai nama badan penerbit
(2) Sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia.
Pada akhir abad ke-19 pemerintah Belanda banyak membuka sekolah untuk bumiputra dengan maksud :
(1) Mendidik pegawai-pegawai rendah yang dibutuhkan oleh pemerintah
(2) Agar politik pengajaran tetap dikuasai oleh pemerintah.
Untuk memenuhi hasrat membaca,dengan keputusan no.12 tanggal 14 September 1908 oleh pemerintah dibentuklah suatu komisi yang diberi namaCommissie voor de Inlandsche School en Volkslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat di Sekolah-Sekolah Bumiputra) di bawah pimpinan G.A.J.Hazeu. Komisi ini makin lama makin luas dan makin bertambah kegiatannya; sehingga pada tahun 1917 diubah menjadi suatu badan penerbit yang di beri nama Balai Pustaka.
Tujuan pemerintah Belanda mendirikan Balai Pustaka antara lain sebagai berkut:
a. Agar kehausan membaca di kalangan rakyat bisa dicukupi dengan buku-buku yang diterbitkan sendiri sehingga tidak akan membahayakan ketertiban dan keamanan negeri.
b. Dengan menerbitkan sendiri buku-buku bacaan, pemerintah bermaksud secara tidak langsung memasukan unsur-unsur penjajahan melalui bacaan.
c. Sebagai balas jasa atau hanya sekadar untuk memberi hati kepada rakyat dalam hubungannya dengan politik etis pemerintah padasaat itu.
Secara ringkas kegiatan Balai Pustaka yaitu :
a. Mengusahakan penerbitan naskah-naskah cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia,misalnya Dongeng Banyuwangi, Si Kelantan, dan juga cerita-cerita wayang yang amat digemari oleh rakyat;
b. Menerjemahkan dan menyadur cerita-cerita asing ke dalam Bahasa Indonesia;
c. Mengadakan penerbitan karangan-karangan asli yang ditulis bangsa Indonesia sendiri, yang sebagian besar berbentuk novel;
d. Menerbitkan majalah dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia;
e. Mengadakan penyebaran buku-buku secara luas sampi kepelosok-pelosok, membangun perpustakaandi sekolah-sekolah, dan mengadakan penjualan buku-buku tersebut dengan harga murah.
b. Pengaruh Balai Pustaka terhadap Perkembangan Sastra Indonesia
Balai Pustaka yang didirikan oleh pemerintah Belanda memberikan manfaat bagi rakyat bangsa Indonesia juga bagi perkembangan sastra Indonesia. Manfaat dan peranan Balai Pustaka itu misalnya:
Memberikan kesempatan yang luas kepada para pengarang bagsa Indonesia untuk menghasilkan karangan dan dengan sendirinya juga memberikan kesempatan kepada rakyat untuk membaca karangan bangsa sendiri.
Secara tidak langsung Balai Pustaka memberikan kesempatan juga kepada bangsa Indonesia untuk memperoleh pengetahuan dan kemajuan, terutama dalam bidang karang-mengarang.
Penyebaran secara luas cerita-cerita rakyat, cerita-cerita terjemahan atau saduran dari sastra asing banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan sastra suatu bangsa. Cerita-cerita tersebut dapat memperkaya pengalaman jiwa dan merangsang tumbuhnya inspirasi dalam penciptaan, dan keduanya penting bagi perkembangan sastra.
Dalam penerbitan, Balai Pustaka harus mengikuti persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam “Nota over de Volkslectuur” yang dikeluarkan pada tahun 1911 dan ditandatangani oleh D.A. Rinkes sebagai sekretaris Komisi untuk Bacaan Rakyat dan Sekolah-Sekolah Bumiputra. Persyaratan-persyaratan itu adalah :
1) Karangan-karangan yang diterbitkan hendaklah yang dapat menambah kecerdasan dan memberikan pendidikan budi pekerti;
2) Isi karangan tidak mengganggu ketertiban umum dan keamanan negeri, artinya tidak bertentangan dengan garis politik pemerintah;
3) Harus netral agama.
c. Karakterisasi Sastra Balai Pustaka
Karekterisasi sastra suatu periode pada umumnya dipengaruhi oleh tiga hala yaitu:
(1). Situasi dan kondisi masyarakat
(2). Cita-cita dan sikap hidup para pengarang
(3). Sikap dan persyaratan yang ditentukan oleh penguasa atau pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, karakterisasi Balai Pustaka adalah sebagai berikut:
a) sebagian besar sastra Balai Pustaka mengambil tema pokok masalah kawin paksa.
Adapun motif kawin paksa itu beracam-macam:
• karena pandangan adat bahwa perkawinan cross cousin(antara saudara sepupu ) sebagai perkawinan yang ideal.
• Karena masalah harta kekayaan.
• Karena masalah kedudukan dan keturunan.
b) Latar belakang sosial sastra Balai Pustaka umumnya berupa pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda.
c) Unsur nasionalitas pada sastra Balai Pustaka belum jelas benar, meskipun tidak berarti bahwa unsure itu tidak ada sama sekali.
d) Peristiwa-peristiwa yang diceritakan sesuai dengan realitas kehidupan dalam masyarakat , tidak lagi berhubungan dengan kehidupan raja-raja, dewa, atau kejadian-kejadian yang tidak masuk akal seperti halnya dalam cerita lama.
e) Analisis psikologosis pelaku-pelakunya belum dilukiskan secara mendalam.
f) Sastra Balai Pustaka adalah sastra bertendes dan bersifat didaktis.
g) Bahasa sastra Balai Pustaka adalah bahasa Indonesia pada masa permulaan perkembangan yang ada pada masa itu disebut bahasa Melayu Umum.
h) Genre (jenis) sastra hasil Balai Pustaka terutama berbentuk novel, sedangkan puisinya masih masih berupa pantun dan syair.
d. Pengarang dan Hasil Karya Balai Pustaka
1. Nur Sutan Iskandar
Karya-karyanya :
Karangan asli:
- Salh Pilih (1928)
- Karena Mentua (1932)
- Hulubalang Raja
- Katak Hendak Jadi Lembu
- Neraka Dunia (1937)
- Cinta Tanah Air (1944)
- Mutiara (1946)
- Cobaan (1947)
- Cinta dan Kewajiban
Karangan Terjemahan :
- Anjing Setan – A. Canon Doyle
- Gudang Intan Nabi Sulaiman- Rider Haggard
- Kasih Beramuk dalam Hati- Beatrice Harradan
- Tiga Panglima Perang- Alexander Dumas
- Graaf de Monte Cristo- Alexander Dumas
- Iman dan Pengasihan – H. Sienkiewicx
- Sepanjang Garis Kehidupan – R. Casimir
Karangan saduran:
- Pengajaran di Sweden – Jan Ligthart
- Pengalaman Masa Keil – Jan Ligthart
- Pelik-Pelik Pendidikan – Jan Ligthart
- Si Bakhil- Moliere Lavare
- Abunawas
- Janger Bali
- Korban karena Percintaan
- Apa Dayaku karena Aku Perempuan
- Dewi Rimba
2. Abdul Muis
Karya-karyanya :
Karangan asli:
- Salah Asuhan (1928)
- Pertemuan Jodoh (1933)
- Surapati (1950)
- Robert Anak Surapati (1953)
Karangan terjemahan :
- Sebatang Kara (Hector Mallot)
- Tom Sawyer (Mark Twain)
3. Marah Rusli
Hasil karangannya :
- Sitti Nurbaya (1922)
- Anak dan Kemenakan (1956)
- Memang Jodoh
4. Aman Datuk Mojoindo
Buku karangannya tentang cerita anak-anak :
- Si Dul Anak Betawi
- Anak Desa
Karangannya berbentuk novel :
- Si Cebol Rindukan Bulan(1934)
- Menebus Dosa
- Perbuatan Dukun
- Rusmala Dewi
- Sebabnya Rafiah Tersesat
5. Muhammad Kasim
Karangannya asli:
- Pemandangan Dunia Anak-Anak (1924)
- Muda Teruna
Karangan terjemahan:
- Pangeran Hindi dan Niki Bahtera
6. Tulis Sutan Tati
Karangan yang berbentuk novel:
- Tidak Membalas Guna (1932)
- Memutuskan Pertalian (1932)
- Sengsara Membawa Nikmat (1928)
Cerita lama yang disadur dalam bentuk syair:
- Sitti Marhumah yang Saleh
- Syair Rosima
7. Selasih dan Sa’adah Alim
Karangan selasih berbentuk novel :
- Kalau Tak Untung (1933)
- Pengaruh Keadaan (1973)
2. Sastra di Luar Balai Pustaka (Periode Tahun ‘20)
a. Karangan- Karangan yang Bertendes Politik
Sastra pada sekitar tahun 1920 tidak terbatas hanya pada kegiatan dan usaha Balai Pustaka saja. Ada 2 golongan penerbitan pada masa itu :
• Penerbitan karangan-karangan yang bertendes politik;
• Penerbitan karangan-karangan yang leih bersifat sastra.
Karangan –karangan yang bertendes politik pada masa itu sering disebut sebagai “bacaan liar”. Beberapa pengearang “bacaan liar” antara lain:
1. Marco Kartodokromo
Karangannya :
- Student Hijo (1919)
- Rasa Merdeka atau Hikayat Sujanmo (1924)
- Mata Gelap (1914)
- Syair Rempah-Rempah (1919)
2. Semaun
Karangannya :
- Hikayat Kadirun (1924)
1. Sastra Pra- Pujangga Baru
Beberapa pengarang sastra Pra-Pujangga Baru:
1. Moh. Yamin
Karangannya :
- Ken Arok dan Ken Dedes
- Menantikan Surat dari Raja (1928)
- Di dalam dan di Luar Lingkungan Rumah Tangga (1933)
- Yulius Caesar (1951)
- Gajah Mada (1948)
- Sejarah Peperangan Dipanegoro (1945)
- Tan Malaka (1946)
- Enam Ribu Tahun Sang Merah Putih
- Sapta Dharma (1950)
- Revolusi Amerika (1951)
- Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (1951)
- Bandi Mataram (1923)
2. Rustam Effendi
Karangannya:
- Bebasari (1928)
- Percikan Permenungan (1925)
3. Sanusi Pane
Karangannya:
- Puspa Mega (kumpulan Puisi)
- Airlannga (1928)
- Eenzame Garudavlucht (1929)
3. Angkatan Pujangga Baru (Periode Tahun ‘30)
a. Majalah Pujangga Baru
Nama Pujangga Baru mempunyai dua pengertian yaitu:
• Pujangga Baru sebagai nama majalah
• Sebagai nama angkatan dalam Sastra Indonesia
Pujangga Baru sebagai nama majalah mengalami dua periode penerbitan, yaitu Pujangga Baru sebelum perang (Juli 1933- Maret 1942) dan Pujangga Baru setelah perang (Maret 1948-Maret 1953).Majalah Pujangga Baru sebelum perang bersifat homogen,artinya pembawa semangat dari cita-cita ,sedangkan setelah perang bersifat heterogen ,artinya kecuali pembawa semangat Angkatan Pujangga Baru, juga pembawa suara angkatan sesudahnya.
b. Karakterisasi Angkatan Pujangga Baru
Karekterisasi Angkatan Pujangga Baru yaitu:
1. Tema pokok cerita pada umumnya bukan lagi berkisar pada masalah kawin paksa atau masalah adat yang hidup di daerah-daerah , melainkan masalah kehidupan kota atau kehidupan masyarakat modrn,misalnya masalah perubahan, masalah kedudukan wanita, masalah kedudukan suami istri dalam hidup berumahtangga,dan sebagainya.
2. Mengandung napas kebangsaan atau unsur nasionalitas, baik karangan yang berbentuk prosa maupun karangan yang berbentuk puisi.
3. Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk pengucapan sesuai dengan pribadinya.
4. Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat.
5. Baik prosa maupun puisi sebagian besar mengandung suasana romantik.
6. Adanya unsur pengaruh dari sastra lain, terutama dari angkatan 80 di negeri Belanda.
c. Angkatan 80 dan Pengaruhnya Terhadap Pujangga Baru
1. Angkatan 80 dan Tokoh-Tokohnya
Pada tahun 1880 di negeri Belanda tampil beberapa orang pengarang yang berusaha hendak mengadaan pembaharuan di bidang kebudayaan. Sesuai dengan tahun munculnya, gerakan itu disebut Gerakan 80 (De Tachtiger Beweging). Tokoh-tokohnya ialah Willem Kloos, Yacques Perk, Frederik van Eeden, Albert Verwey, Herman Gorter, dan Lodewyk van Deyssel. Mereka menerbitkan majalah bernama De Nieuwe Gids artinya Pandu Baru, yang terbit tahun 1885.
2. Perbedaan dan Persamaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 80
a. Perbedaan
Pada umumnya Angkatan 80 mengutamakan unsur estetis yang murni, sedangakn Pujangga Baru umumnya lebih mengutamakan unsur tujuan sosial yang jelas.
Sebagian besar pengarang Pujangga Baru menolak sifat individualisme yang dianut oleh beberapa pengarang Angkatan 80 yang tidak mempunyai corak kemasyarakatan sama sekali, dan juga membuang ciri naturalisme pada angkatan yang tidak mempunyai tujuan-tujuan yang nyat
b. Persamaan
Keduanya menentang sastra sebelumnya yang sudah merosot nilainya dan yang penuh konvensi-konvensi.
Di dalam usahanya mencari pengucapan yang baru, keduanya mencari contoh di luar negeri.
d. Pengarang Pujangga Baru
1. Sutan Takdir Alisjahbana
Hasil karangannya:
Yang berupa novel :
- Tak Putus Dirundung Malang (1929)
- Dian yang Tak Kunjung Padam (1932)
- Anak perawan di Sarang Penyamun(1932)
- Layar Terkembang (1936)
- Grotta Assurra: Kisah Chinta dan Chita
Yang berupa kumpulan puisi:
- Tebaran Mega (1936)
Yang berupa terjemahan :
- Nelayan di Lautan Utara
- Nyanyian hidup
- Niku-Dan (Kurban Manusia)
2. Amir Hamzah
Karangan- karangannya:
- Buah Rindu (Kumpulan Puisi, 1941)
- Nyanyi Sunyi (Kumpulan Puisi, 1935)
- Setanggi Timur
- Bhagawad Gita (prosa terjemahan)
- Gitanyali
- Sastra Melayu Lama dan Raja-Rajanya (prosa)
3. Sanusi Pane
Karangan- karangannya:
- Pancaran Cinta (prosa berirama,1926)
- Puspa Mega (kumpulan puisi, 1927)
- Madah Kelana (kumpulan puisi, 1931)
- Manusia Baru (drama, 1940)
- Arjuna Wiwaha (1940)
4. Arjmin Pane
Karangan-karangannya:
- Jiwa Berjiwa (1939)
- Ratna (1943)
- Sanjak- Sanjak Masa Muda Mr.Moh. Yamin (1954)
- Membangun Hari Kedua(1956)
- Jinak-Jinak Merpati(1953)
- Gamelan Jiwa
- Mencari Sendi Baru Tatabahasa Indonesia
5. Hamidah
Karangannya:
- Kehilangan Mestika (1935)
6. I Gusti Nyoman Putu Tisna
Karangannya:
- Sukreni Gadis Bali (1936)
- Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
- Dewa Karuna (1938)
- I Made Widiadi (Kembali Kepada Tuhan )
7. Suman Hs.
Karangannya :
- Kasih Tak Terlarai (1929)
- Percobaan Setia (1931)
- Mencari Pencuri Anak Perawan (1932)
- Kasih Tersesat (1932)
- Tebusan Darah (1939)
8. M.R. Dayoh
Karangannya:
- Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (1931)
- Pahlawan Minahasa (1935)
- Putera Budiman (1941)
9. Asmara Hadi
Karangannya :
- Di Belakang Kawat Berduri (1942)
10. A. Hasyim
Karangannya:
- Kisah Seorang Pengembara (1936)
- Dewan Sajak (1940)
- Bermandi Cahaya Bulan
- Suara Azan dan Lonceng Gereja
- Sepanjang Jalan Raya Dunia
11. Sutomo Jauhari Arifin
Karangannya :
- Andang Taruna (1942)
4. Angkatan Di Luar Pujangga Baru (Periode Tahun ‘30 )
A.Teeuw membagi sastra Indonesia sebelum perang menjadi tiga golongan, yaitu:
• sastra hasil Pujangga Baru
• sastra penerbitan Balai Pustaka
• sastra berupa seri cerita-cerita roman
1. Roman Picisan
Roman picisan adalah jenis bacaan dalam bentuk buku-buku kecil yang berisi cerita roman atau novel yang umumnya termasuk dalam suatu seri dan yang dipandang dari penilaian sastra banyak mengandung kelemahan.
Beberapa pengarang yang sebagian karangannya termasuk roman picisan,antara lain:
a. Matu Mona
Karangannya :
- Harta yang Terpendam
- Spionagendiest
- Rol Pacar Merah Indonesia
- Panggilan Tanah Air
- Ja Umenek Jadi-Jadian
- Zaman Gemilang
b. A. Damhuri
Karangannya :
- Mayapada
- Bergelimang Dosa
- Depok Anak Pagai
- Mencari Jodoh
- Terompah Usang yang Tak Sudah Dijahit
c. Yusuf Sou’yb
Karangannya: “Elang Emas”.
d. Imam Supardi
Karangannya :”Kintamani”.
5. Sastra Indonesia Di Masa Jepang
A. Situasi Sastra Indonesia Di Masa Jepang
Sastra Indonesia di masa Jepang berlangsung selama ± 3,5 tahun, waktu yang amat singkat bagi pertumbuhan kebudayaan. Akan tetapi dilihat dari peranan sastra masa itu bagi perkembangan selanjutnya, maka sastra Indonesia di masa Jepang perlu diberi tempat tersendiri dalam sejarah sastra Indonesia. Jassin menganggap bahwa zaman Jepang adalah masa pemasakan jiwa revolusi, yang kemudian meletus pada tanggal 17 Agustus 1945. Dilihat dari pertumbuhan kebudayaan Indonesia, zaaman Jepang adalah penempatan pengalaman hidup dengan berbagai penderitaan sehingga memungkinkan timbulnya keragaman dan kedewasaan sastra kemudian.
Pada zaman Jepang penerbitan majalah sangat terbatas jumlahnya. Pujangga Baru tidak lagi terbit. Majalah sastra dan kebudayaan yang penting pada waktu itu antara lain Kebudayaan Timur, yaitu majalah resmi yang diterbitkan oleh pusat Kebudayaan, Panca Raya, dan Panji Pustaka.
B. Karaterisasi Sastra di Masa Jepang
Sastra di zaman Jepang, pada dasarnya terdapat dua macam sastra yaitu:
a) Sastra yang tersiar, maksudnya sastra yang berhasil disiarkan, baik melalui majalah maupun melalui penerbitan tersendiri,sesudah mengalami sensor pemerintah.
b) Sastra yang tersimpan, maksudnya sastra yang ditulis pada masa itu, tetapi baru disiarkan sesudah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945.
Adapun karakterisasi sastra Indonesia di masa Jepang, yaitu:
1. Umumnya sastra tersiar pada masa itutidak terlepas dari unsure tendes, yaitu tendes membantu perang Jepang.
2. Sastra tersiar yang tidak mengandung unsure tendes , umumnya menyatakan maksud isinya dalam bentuk simbolik atau bersifat pelarian dari realitas kehidupan yang pahit.
3. Sastra tersimpan umumnya berupa sastra kritik yang berisi kecaman dengan sindiran terhadap ketidakadilan yang terdapat dalam masyarakat .
4. Genre sastra yang dominan pada masa Jepang yaitu bentuk puisi, cerpen dan drama.
5. Dibandingkan dengan corak sastra sebelumnya yang umumnya masih bersifat romantik-idealisme, sastra masa Jepang lebih bersifat realistis.
C. Pengarang dan Hasil Karangannya
1. Rosihan Anwar
Karangannya :
- Radio Masyarakat (cerpen)
- Seruan Lepas, Lahir dengan Batin, Untuk Saudara, Bertanya, Damba, Kisah di Waktu Pagi, Lukisan, Manusia Baru (puisi)
- Raja Kecil, Bajak Laut di Selat Malaka (novel).
2. Usmar Ismail
Karangannya :
- Api, Citra, Mekar Hati (drama)
- Liburan Seniman (drama)
- Lakon-Lakon Sedih dan Gembira (seri sandiwara)
- Asokamala Dewi, permintaan Terakhir (cerpen)
- Puntung Berasap (kumpulan puisi)
3. Amal Hamzah
Karangannya :
- Pembebasan Pertama (kumpulan puisi)
- Bingkai Retak , teropong (cerpen)
4. El Hakim
Karangannya:
- Taufan di Atas Asia
- Intelek Istimewa
- Dewi Reni
- Insane Kamil
5. Chairil Anwar
Karangannya :
- Nisan (1942)
- Aku (1943)
- Siap Sedia (1944)
- Rumahku
- Kepada Peminta-minta
6. Idrus
Karangannya :
- Ave Maria
- Kejahatan Membalas Dendam
- Corat - Coret di Bawah Tanah
- Kisah Sebuah Celana Pendek
- Surabaya
- Jalan Lain ke Roma
7. Bung Usman
Karanganya :
- Hendak Tinggi
- Hendak Jadi Orang Besar?
6. Sastra Periode Tahun ‘45
A. Pengertian Angkatan 45
Dalam masyarakat Indonesia istilah angkatan 45 memiliki dua pengertian, yaitu pengertian dalam bidang politik dan pengertian dalam bidang sastra dan seni.
Angkatan 45 dalam bidang politik mencakup tokoh-tokoh masyarakat yang aktif berperan dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sekitar tahun 1945. Angkatan 45 dalam pengertian ini memiliki organisasi dan pengurusan sendiri sejak dari pimpinan pusat sampai pada cabang-cabangnya di daerah tingkat II di seluruh Indonesia.
Angkatan 45 dalam bidang sastra dan seni mencakup sejumlah pengarang dan seniman Indonesia sejak masa sesudah perang dunia II dan yang memiliki konsepsi dan corak tersendiri yang berbeda dengan angkatan yang terdahulu.
B. Perbedaan Angkatan 45 dengan Angkatan Pujangga Baru
a. Perbedaan Konsepsi
Perbedaan yang paling penting antara kedua angkatan itu ialah perbedaan konsepsi. Angkatan 45 memiliki konsepsi humanisme universal, yang meletakan tekanan pembangunan kebudayaan pada kebudayaan dunia. Sedangakan konsepsi Pujangga Baru menitikberatkan perjuangan membentuk kebudayaan persatuan kebangsaan.
b. Perbedaan Gaya
Angkatan 45 pada umumnya memiliki gaya ekspresi, yang mengutamakan keaslian pengucapan jiwa. Sedangakan Angkatan Pujangga Baru pada umumnya memiliki gaya impresi , yang lebih banyak terikat pada kesan-kesan luar dari objek yang di lukiskan.
c. Perbedaan Corak Aliran
Angkatan 45 bercorak romantik realistis/naturalistis. Sedangkan Pujangga Baru bercorak romantik idealistis.
d. Perbedaan Peranan Majalah sebagai Media Angkatan
Majalah Pujangga Baru memiliki majalah Pujangga Baru, yang khusus memuat karangan, pikiran, dan pendapat pengarang-pengarang Pujangga Baru. Sedangakan Angkatan 45 tidak memiliki lingkungan tertentu yang tetap, baik dalam wujud organisasi maupun majalah.
C. Para Pengarang Angkatan 45
1. Chairil Anwar
Karangannya :
- Rumahku
- Kepada Peminta-minta
- Orang Berdua
- Krawang Bekasi
2. Asrul Sani
Karanganya :
- Tiga Menguak Takdir (kumpulan puisi)
- Surat dari Ibu (puisi)
- Anak Laut
- Dari suatu Masa dari Suatu Tempat
- Bola Lampu
- Sahabat Saya Cordiaz
- Orang Laki Bisu
- Panen
- Museum
3. Pramudya Ananta Nur
Karangannya :
- Dia yang Menyerah
- Hadiah Kawin
- Anak Haram
4. Mochtar Lubis
Karangannya :
- Jalan Tak Ada Ujung
- Maut dan Cinta
- Kuli Kontrak
- Bromocorah
- Judar Bersaudara
- Penyamun dalam Rimba
5. Sitor Simorang
Karangannya :
- Wajah Tak Bernama (1956)
- Zaman Baru (1962)
- Perempuan Harimau Tua
- Salju di Paris
- Ibu pergi ke Sorga
- Pertahanan terakhir
- Jalan Mutiara
6. Utuy Tatang Sontani
Karangannya :
- Bunga Rumah Makan
- Awal dan Mira
- Manusia Kota
- Selamat Jalan Anak Kufur
- Sangkuriang
- Si Kabayan
- Si Sapar
- Si Kampeng
7 . Trisno Sumarjo
Karangannya:
- Kata Hati dan Perbuatan
- Cita Taruna
- Rumah Raja
- Daun Kering
- Keranda Ibu
- Penghuni Pohon
Sejarah adalah suatu ilmu yang mempelajari atau membicarakan tentang peristiwa-peristiwa pentin. Peristiwa-peristiwa itu dibicarakan terurut secara kronologis sehingga tergambar adanya sebuah perkembangan . Dengan kata lain, sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
B. Pengertian Sejarah Sastra
Sejarah sastra adalah cabang ilmu sastra yang berusaha menyelidiki perkembangan sastra sejak dari mula pertumbuhannya sampai pada perkembangannya yang sekarang. Persoalan-persoalan yang menjadi objek penyelidikan, antara lain :
Perkembangan atau timbul tenggelamnya suatu genre sastra, misalnya sejarah perkembangan novel, cerpan, puisi, dan sebagainya;
Periodisasi sastra atau pembabakan waktu dalam perkembangan sastra;
Perkembangan aliran-aliran yang ada pada suatu periode atau pada suatu angkatan;
Pertumbuhan dan perkembangan gaya bahasa.
C. Sejarah Sastra Indonesia
a. Pengertian Sastra Indonesia Modern
1. Arti Modern
Kata modern pada sastra Indonesia dipergunakan tidak dalam pertentangan dengan kata klasik. Bahkan sebenarnya, istilah sastra Indonesia klasik sebagai pertentangan dengan sastra Indonesia modern tidak ada. Kata modern dipergunakan sekedar menunjukkan betapa intensifnya pengaruh barat pada perkembangan dan kehidupan kesusastraan pada masa itu. Sebelum berkembangnya sastra indonesi modern kita mengenal sastra melayu atau sering disebut juga sastra melayu lama/klasik untuk membedakan dengan sastra melayu modern yang berkembang di Malaysia.
2. Pengertian Sastra Indonesia
Ada beberapa pendapat mengenai apa yang disebut sastra Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa suatu karya sastra dapat dinamakan dan digolongkan kedalam pengertian kesusastraan Indonesia apabila :
a. Ditulis buat pertama kalinya dalam bahasa Indonesia;
b. Masalah-masalah yang dikemukakan harslah masalah-masalah Indonesia;
c. Pengarangnya haruslah bangsa Indonesia (Soemawidagdo, 1966:62).
Berdasarkan pendapat diatas pengertian sastra Indonesia mencakup tiga unsur persyaratan, yaitu bahasa, masalah yang dipersoalkan, dan pengarangnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa sastra Indonesia ialah “Sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia, mengingat sastra dan bahasa erat salin berjalin” (Enre, 1963:10).
Berdasarkan pendapat ini, persyaratan cukup dibatasi pada bahasanya. Berhubungan dengan itu maka yang dimaksud dengan sastra Indonesia adalah sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia, yang isnya memancarkan sikap dan watak bangsa Indonesia. Jadi, unsur persyaratan ada dua yaitu :
• Media bahasanya bahasa Indonesia;
• Corak is karangannya mencerminkan sikap watak bangsa Indonesia didalam memandang sesuatu masalah.
Berdasarkan uraian diatas, kiranya perlu dibedakan dan ditegaskan beberapa pengertian istilah-istilah tertentu. Sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa asing atau bahasa daerah di Indonesia kemudia diterjemahkan atau disadur dalam bahasa Indonesia, kita sebut sastra Indonesia terjemahanatau sastra Indonesia saduran. Kemudia sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa asing meskipun pengaranganya bangsa Indonesia hendaknya tetap kita pandang sebagai sastra asing, misalnya Airlangga dan Enzame Gareodaylucht yang keduanya berbentuk drama yang aslinya ditulis oleh Sanusipane dalam bahasa belanda.
Adapun sastra yang ditulis dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia disebut sastra daerah atau sastra nusantara. Jika sastra Indonesia, pengertiannya dapat mencakup sastra Indonesia dan sastra nusantara.
b. Permulaan Sastra Indonesia Modern
Seperti halnya dengan masalah pengertian sastra Indonesia, masalah permulaan satra Indonesia modern inipun menimbulkan beberapa macam pendapat. Dalam garis besarnya ada empat macam pendapat yaitu :
1. Slamet Muljannah (1953:17) dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Kemana Arah Perkembangan Puisi Indonesia?” berpndapat bahwa sastra Indonesia yang resmi haruslah dimulai dari tahun 1945. Pengertian tentang sastra Indonesia tidak dapat dipisahkan dari Indonesia sebagai nama suatu negara. Negara Republik Indonesia baru ada sejak diumumkannya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 dan baru pada tahun itu pulalah bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi Negara Republik Indonesia dan dicantumkan didalam Undang-Undang Dasar 1945. Slamet Muljannah dengan tegas berpendapat bahwa berbicara tentang bahasa ndonesia sebagai suatu istilah dewasa ini idak dapat terlepas dari masalah politik.
Terhadap pendapat Slamet Muljannah banyak orang merasa berkebaratan karena sastra sebagai suatu aspek kebuadayaan tidak selamanya sejalan dengan politik. Peristiwa-peristiwa kenegaraan tidak selalu bersamaan dengan kehidupan suatu bangsa dan demikian pula sebaliknya.
Sastra suatu bangsa tidak mesti dimulai dari saat bangsa itu memperoleh kemerdekaanya. Disamping itu, tampaknya Slamet Muljannah mencampuradukkan pengertian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kemudian mengaitkan kehidupan sastra Indonesia dengan saat ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Padahal, kenyataanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sudah berkembang sebelum proklamasi kemerdekaan.
2. Umar Junus didalam karangannya yang berjudul “Istilah dan Masa Waktu Sastra Melayu dan Sastra Indonesia” yang termuat dalam majalah Medan Ilmu Pengetahuan 1/3 Juli 1960 berpendapat bahwa sastra Indonesia baru mulai berkemang pada sekitar 28 Oktober 1928, yaitu saat diikrarkannya tri sumpah pemuda. Sebagai seorang linguis Umar Junus berpendapat bahwa sastra terikat erat sekali dengan bahasa. Tida ada bahasa maka sastra pun tidak akan ada juga. Oleh karena itu criteria penamaan suatu hasil sastra, harus terutama berdasarkan media bahasa yag dipergunakan. Suatu hasil sastra disebut sastra X karena bahasa yang dipergunakan ialah bahasa X. berdasarkan pemikiran tersebut, perkembangan sastra Indonesa dimulai sejak adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Karena menurut Umar Junus bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir sejak tahun 1928 maka perkembangan sastra Indonesia harus dimulai sejak tahun 1928, yag dapat maju atau mundursedikit dari tahun tersebut asal disertai suatu tanggung jawab. Jika ditarik garis mundur tahun 1928 kita akan bertemu dengan hasil-hasil sastra balai pustaka. Sebaliknya, jika ditarik garis maju sesudah tahun 1928 kita akan bertemu denga hasil sastra pujangga baru. Dengan keterangan diatas Umar Junus menyimpulkan bahwa sastra Indonesia baru berkembang sekitar tahun 1928 dan tepatnya pada tahun 1930-an.
Ada beberapa keberatan terhadap oendapat Umar Junus tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Dalam kenyataannya hubungan antara sastra dan bahasa tidak selalu bersifat mutlak.
b. Perkembangan sastra sebelum tahun 1928 tidak terbatas hanya pada kegiatan dan hasl-hasil badai pustaka.
c. Andaikata balai pustaka merupakan satu-satunya badan yang berperan dalam perkembangan sastra pada masa itu.
Pendapat yang menyatakan bahwa sastra Indonesia modern mulai berkembang sekitar tahun 20-an, dikemukakan dengan dua alasan yang berbeda namun pada dasarnya menyangkut dua hal yaitu :
a. Media bahasa yang dipergunakan.
Meskipun bahasa Indonesia itu secara formal diakui sebagai bahasa persatuan pada tahun 1928, kualitasnya bahasa tersebut pasti sudah berkembang pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1928 adalah sekedar tahun peresmiannya saja atau tahun pemandiannya (Menurut istilah A.Fokker) menjadi bahasa nasional.
b. Corak isi yang terdapat didalamnya
Corak isi karya sastra sudah mencerminkan sikap watak bangsa Indonesia, artinya engandung unsur kebangsaan. Pada bagian depan sudah dikemukakan, hasil-hasil satra ada sekitar tahun 20-an sudah mengandung unsur kebangsaan.
Dua hal itulah yang diperganakan sebagai dasar untuk menetapkan bahwa sastra Indonesia modern mulai berkembang sekitar tahun 20-an.
D. Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia Modern
a. Masalah Periodisasi
Pangkal perbedaan periodisasi adalah :
1. Tidak adanya kesamaan istilah yang dipergunakan. Istilah- istilah yang biasa dipakai misalnya angkatan, periode, dan generasi;
2. Tidak adanya kesamaan pengertian terhadap istilah-istilah tersebut.
3. Tidak adanya kesamaan nama yang dipergunakan untuk menyebut suatu angkatan atau suatu periode.
4. Tidak adanya kesamaan sistem yang dipergunakan.
Dengan periodisasi kita akan dapat dengan mudah mengetahui tahap-tahap perkembangan sastra Indonesia dengan corak dan aliran yang mungkin ada pada tiap tahap perkembangan itu.
Beberapa periodisasi yang pernah dikemukakan antara lain:
1. Periodisasi Bujung Saleh 2. Periodisasi H.B.Jassin
1. Sebelum tahun 20-an
2. Antara tahun 20-an hingga tahun ‘33
3. Tahun 1933 hingga Mei 1942
4. Mei 1942 hingga sekarang I. Sastra Melayu Lama
II. Sastra Indonesia Modern
1. Angkatan 20
2. Angkatan 33 atau Pujangga Baru
3. Angkatan 45 mulai sejak 1942
4. Angkatan 66 mulai kira-kira tahun 1955
3. Periodisasi Nugroho Notosusanto 4. Periodisasi Ajip Rosidi
I. Sastra Melayu Lama
II. Sastra Indonesia Modern
a. Masa Kebangkitan
1. Periode ‘20
2. Periode ‘33
3. Periode ‘42
b. Masa Perkembangan
1. Periode ‘45
2. Periode ‘50 I. Sastra Nusantara Klasik (Sastra dari berbagai bahasa daerah di Nusantara)
II. Sastra Indonesia Modern
a. Masa Kelahiran (Masa Kebangkitan)
1. Periode awal -1993
2. Periode 1933-1942
3. Periode 1942-1945
b. Masa Perkembangan
1. Periode 1945-1953
2. Periode 1953-1961
3. Periode 1961-sekarang
Dari ikhtisar-ikhtisar empat macam periodisasi diatas nyatalah bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil antara periodisasi yang satu dengan yang lain. Kesemuanya memulai perkembangan sastra Indonesia modern sejak tahun 20-an. Kesemuanya menempatkan tahun ’30, tahun ’45, dan tahun ’66, sebagai tonggak-tonggak penting dalam perkembangan sastra. Perbedaan hanya berkisar pada masalah istilah dan masalah peranan tahun 1942 dan tahun 1950 didalam perkembangan sastra Indonesia.
Periodisasi Sastra Indonesia Modern
Periode adalah sekadar kesatuan waktu dalam perkembangan sastra yang dikuasai oleh suatu sistem norma tertentu atau kestuan waktu yang memiliki sifat dan cara pengucapan yang khas yang berbeda dengan masa sebelumnya. Angkatan adalah sekelompok pengarang yang memili kesamaan konsepsi atau kesamaan ide yang hendak dilaksanakan dan diperjuangkan. Didalam ada suatu cita-cita yang mengkhidmati atau melandasi penciptaan meskipun tidak disajikan secara formal dalam suatu manifestasi atau dalam suatu rumusan. Sekelompok pengarang pada masa balai pustaka dipandang sautu angkatan karena merea pada hakikatnya tergerak oleh satu cita-cita yaitu hendak memberikan pendidikan budi pekerti dan mencerdaskan kehidupan bangsanya melalui bacaan. Angkatan pujangga baru memilki kesamaan cita-cita yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan persatuan kebangsaan Indonesia. Angkatan 45 memiliki konsepsi humanime universal dan menuju kearah pembentukan kebudayaan universal seperti yang tercantum dalam Surat Kepercayaan Gelanggang. Angkatan 66 memiliki konsepsi pemurnian pancasila dan melaksanakan ide yang terkandung dalam manifest kebudayaan.
Susunan periodisasi sejarah sastra indonsia modern adalah sebagai berikut :
a. Sastra melayu lama/klasik
b. Sastra Indonesia modern
I. Periode tahun ’20:
1. Angkatan balai pustaka
2. Sastra diluar balai pustaka
II. Periode tahun ’30:
1. Angkatan pujangga baru
2. Sastra diluar pujangga baru
III. Periode tahun ’42
IV. Periode tahun ’45;
1. Angkatan 45
2. Sastra diluar angkatan 45
V. Periode tahun ‘50
Periode tahun ‘66
VI. Angkatan 66
Periode tahun ‘70
VII. Angkatan 70/80
Peride tahun ‘2000
VIII. Angkatan 2000
1. Angkatan Balai Pustaka
a. Balai Pustaka sebagai Badan Penerbit
Angkatan Balai Pustaka lazim disebut juga Angkatan 20 atau Angkatan Sitti Nurbaya. Menyamakan Angkatan Balai Pustaka dengan Angkatan 20 sebenarnya tidak tepat karena kegiatan sastra Indonesia sekitar tahun 1920 tidak semata-mata terbatas pada kegiatan Balai Pustaka.Penamaan Angkatan Sitti Nurbaya pun tidak tepat karena penamaan itu hanya berdasarkan nama novel yang paling popular pada masa itu dalm arti paling banyak di baca orang.
Nama Balai Pustaka menunjuk dua pengertian :
(1) Sebagai nama badan penerbit
(2) Sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia.
Pada akhir abad ke-19 pemerintah Belanda banyak membuka sekolah untuk bumiputra dengan maksud :
(1) Mendidik pegawai-pegawai rendah yang dibutuhkan oleh pemerintah
(2) Agar politik pengajaran tetap dikuasai oleh pemerintah.
Untuk memenuhi hasrat membaca,dengan keputusan no.12 tanggal 14 September 1908 oleh pemerintah dibentuklah suatu komisi yang diberi namaCommissie voor de Inlandsche School en Volkslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat di Sekolah-Sekolah Bumiputra) di bawah pimpinan G.A.J.Hazeu. Komisi ini makin lama makin luas dan makin bertambah kegiatannya; sehingga pada tahun 1917 diubah menjadi suatu badan penerbit yang di beri nama Balai Pustaka.
Tujuan pemerintah Belanda mendirikan Balai Pustaka antara lain sebagai berkut:
a. Agar kehausan membaca di kalangan rakyat bisa dicukupi dengan buku-buku yang diterbitkan sendiri sehingga tidak akan membahayakan ketertiban dan keamanan negeri.
b. Dengan menerbitkan sendiri buku-buku bacaan, pemerintah bermaksud secara tidak langsung memasukan unsur-unsur penjajahan melalui bacaan.
c. Sebagai balas jasa atau hanya sekadar untuk memberi hati kepada rakyat dalam hubungannya dengan politik etis pemerintah padasaat itu.
Secara ringkas kegiatan Balai Pustaka yaitu :
a. Mengusahakan penerbitan naskah-naskah cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia,misalnya Dongeng Banyuwangi, Si Kelantan, dan juga cerita-cerita wayang yang amat digemari oleh rakyat;
b. Menerjemahkan dan menyadur cerita-cerita asing ke dalam Bahasa Indonesia;
c. Mengadakan penerbitan karangan-karangan asli yang ditulis bangsa Indonesia sendiri, yang sebagian besar berbentuk novel;
d. Menerbitkan majalah dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia;
e. Mengadakan penyebaran buku-buku secara luas sampi kepelosok-pelosok, membangun perpustakaandi sekolah-sekolah, dan mengadakan penjualan buku-buku tersebut dengan harga murah.
b. Pengaruh Balai Pustaka terhadap Perkembangan Sastra Indonesia
Balai Pustaka yang didirikan oleh pemerintah Belanda memberikan manfaat bagi rakyat bangsa Indonesia juga bagi perkembangan sastra Indonesia. Manfaat dan peranan Balai Pustaka itu misalnya:
Memberikan kesempatan yang luas kepada para pengarang bagsa Indonesia untuk menghasilkan karangan dan dengan sendirinya juga memberikan kesempatan kepada rakyat untuk membaca karangan bangsa sendiri.
Secara tidak langsung Balai Pustaka memberikan kesempatan juga kepada bangsa Indonesia untuk memperoleh pengetahuan dan kemajuan, terutama dalam bidang karang-mengarang.
Penyebaran secara luas cerita-cerita rakyat, cerita-cerita terjemahan atau saduran dari sastra asing banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan sastra suatu bangsa. Cerita-cerita tersebut dapat memperkaya pengalaman jiwa dan merangsang tumbuhnya inspirasi dalam penciptaan, dan keduanya penting bagi perkembangan sastra.
Dalam penerbitan, Balai Pustaka harus mengikuti persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam “Nota over de Volkslectuur” yang dikeluarkan pada tahun 1911 dan ditandatangani oleh D.A. Rinkes sebagai sekretaris Komisi untuk Bacaan Rakyat dan Sekolah-Sekolah Bumiputra. Persyaratan-persyaratan itu adalah :
1) Karangan-karangan yang diterbitkan hendaklah yang dapat menambah kecerdasan dan memberikan pendidikan budi pekerti;
2) Isi karangan tidak mengganggu ketertiban umum dan keamanan negeri, artinya tidak bertentangan dengan garis politik pemerintah;
3) Harus netral agama.
c. Karakterisasi Sastra Balai Pustaka
Karekterisasi sastra suatu periode pada umumnya dipengaruhi oleh tiga hala yaitu:
(1). Situasi dan kondisi masyarakat
(2). Cita-cita dan sikap hidup para pengarang
(3). Sikap dan persyaratan yang ditentukan oleh penguasa atau pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, karakterisasi Balai Pustaka adalah sebagai berikut:
a) sebagian besar sastra Balai Pustaka mengambil tema pokok masalah kawin paksa.
Adapun motif kawin paksa itu beracam-macam:
• karena pandangan adat bahwa perkawinan cross cousin(antara saudara sepupu ) sebagai perkawinan yang ideal.
• Karena masalah harta kekayaan.
• Karena masalah kedudukan dan keturunan.
b) Latar belakang sosial sastra Balai Pustaka umumnya berupa pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda.
c) Unsur nasionalitas pada sastra Balai Pustaka belum jelas benar, meskipun tidak berarti bahwa unsure itu tidak ada sama sekali.
d) Peristiwa-peristiwa yang diceritakan sesuai dengan realitas kehidupan dalam masyarakat , tidak lagi berhubungan dengan kehidupan raja-raja, dewa, atau kejadian-kejadian yang tidak masuk akal seperti halnya dalam cerita lama.
e) Analisis psikologosis pelaku-pelakunya belum dilukiskan secara mendalam.
f) Sastra Balai Pustaka adalah sastra bertendes dan bersifat didaktis.
g) Bahasa sastra Balai Pustaka adalah bahasa Indonesia pada masa permulaan perkembangan yang ada pada masa itu disebut bahasa Melayu Umum.
h) Genre (jenis) sastra hasil Balai Pustaka terutama berbentuk novel, sedangkan puisinya masih masih berupa pantun dan syair.
d. Pengarang dan Hasil Karya Balai Pustaka
1. Nur Sutan Iskandar
Karya-karyanya :
Karangan asli:
- Salh Pilih (1928)
- Karena Mentua (1932)
- Hulubalang Raja
- Katak Hendak Jadi Lembu
- Neraka Dunia (1937)
- Cinta Tanah Air (1944)
- Mutiara (1946)
- Cobaan (1947)
- Cinta dan Kewajiban
Karangan Terjemahan :
- Anjing Setan – A. Canon Doyle
- Gudang Intan Nabi Sulaiman- Rider Haggard
- Kasih Beramuk dalam Hati- Beatrice Harradan
- Tiga Panglima Perang- Alexander Dumas
- Graaf de Monte Cristo- Alexander Dumas
- Iman dan Pengasihan – H. Sienkiewicx
- Sepanjang Garis Kehidupan – R. Casimir
Karangan saduran:
- Pengajaran di Sweden – Jan Ligthart
- Pengalaman Masa Keil – Jan Ligthart
- Pelik-Pelik Pendidikan – Jan Ligthart
- Si Bakhil- Moliere Lavare
- Abunawas
- Janger Bali
- Korban karena Percintaan
- Apa Dayaku karena Aku Perempuan
- Dewi Rimba
2. Abdul Muis
Karya-karyanya :
Karangan asli:
- Salah Asuhan (1928)
- Pertemuan Jodoh (1933)
- Surapati (1950)
- Robert Anak Surapati (1953)
Karangan terjemahan :
- Sebatang Kara (Hector Mallot)
- Tom Sawyer (Mark Twain)
3. Marah Rusli
Hasil karangannya :
- Sitti Nurbaya (1922)
- Anak dan Kemenakan (1956)
- Memang Jodoh
4. Aman Datuk Mojoindo
Buku karangannya tentang cerita anak-anak :
- Si Dul Anak Betawi
- Anak Desa
Karangannya berbentuk novel :
- Si Cebol Rindukan Bulan(1934)
- Menebus Dosa
- Perbuatan Dukun
- Rusmala Dewi
- Sebabnya Rafiah Tersesat
5. Muhammad Kasim
Karangannya asli:
- Pemandangan Dunia Anak-Anak (1924)
- Muda Teruna
Karangan terjemahan:
- Pangeran Hindi dan Niki Bahtera
6. Tulis Sutan Tati
Karangan yang berbentuk novel:
- Tidak Membalas Guna (1932)
- Memutuskan Pertalian (1932)
- Sengsara Membawa Nikmat (1928)
Cerita lama yang disadur dalam bentuk syair:
- Sitti Marhumah yang Saleh
- Syair Rosima
7. Selasih dan Sa’adah Alim
Karangan selasih berbentuk novel :
- Kalau Tak Untung (1933)
- Pengaruh Keadaan (1973)
2. Sastra di Luar Balai Pustaka (Periode Tahun ‘20)
a. Karangan- Karangan yang Bertendes Politik
Sastra pada sekitar tahun 1920 tidak terbatas hanya pada kegiatan dan usaha Balai Pustaka saja. Ada 2 golongan penerbitan pada masa itu :
• Penerbitan karangan-karangan yang bertendes politik;
• Penerbitan karangan-karangan yang leih bersifat sastra.
Karangan –karangan yang bertendes politik pada masa itu sering disebut sebagai “bacaan liar”. Beberapa pengearang “bacaan liar” antara lain:
1. Marco Kartodokromo
Karangannya :
- Student Hijo (1919)
- Rasa Merdeka atau Hikayat Sujanmo (1924)
- Mata Gelap (1914)
- Syair Rempah-Rempah (1919)
2. Semaun
Karangannya :
- Hikayat Kadirun (1924)
1. Sastra Pra- Pujangga Baru
Beberapa pengarang sastra Pra-Pujangga Baru:
1. Moh. Yamin
Karangannya :
- Ken Arok dan Ken Dedes
- Menantikan Surat dari Raja (1928)
- Di dalam dan di Luar Lingkungan Rumah Tangga (1933)
- Yulius Caesar (1951)
- Gajah Mada (1948)
- Sejarah Peperangan Dipanegoro (1945)
- Tan Malaka (1946)
- Enam Ribu Tahun Sang Merah Putih
- Sapta Dharma (1950)
- Revolusi Amerika (1951)
- Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (1951)
- Bandi Mataram (1923)
2. Rustam Effendi
Karangannya:
- Bebasari (1928)
- Percikan Permenungan (1925)
3. Sanusi Pane
Karangannya:
- Puspa Mega (kumpulan Puisi)
- Airlannga (1928)
- Eenzame Garudavlucht (1929)
3. Angkatan Pujangga Baru (Periode Tahun ‘30)
a. Majalah Pujangga Baru
Nama Pujangga Baru mempunyai dua pengertian yaitu:
• Pujangga Baru sebagai nama majalah
• Sebagai nama angkatan dalam Sastra Indonesia
Pujangga Baru sebagai nama majalah mengalami dua periode penerbitan, yaitu Pujangga Baru sebelum perang (Juli 1933- Maret 1942) dan Pujangga Baru setelah perang (Maret 1948-Maret 1953).Majalah Pujangga Baru sebelum perang bersifat homogen,artinya pembawa semangat dari cita-cita ,sedangkan setelah perang bersifat heterogen ,artinya kecuali pembawa semangat Angkatan Pujangga Baru, juga pembawa suara angkatan sesudahnya.
b. Karakterisasi Angkatan Pujangga Baru
Karekterisasi Angkatan Pujangga Baru yaitu:
1. Tema pokok cerita pada umumnya bukan lagi berkisar pada masalah kawin paksa atau masalah adat yang hidup di daerah-daerah , melainkan masalah kehidupan kota atau kehidupan masyarakat modrn,misalnya masalah perubahan, masalah kedudukan wanita, masalah kedudukan suami istri dalam hidup berumahtangga,dan sebagainya.
2. Mengandung napas kebangsaan atau unsur nasionalitas, baik karangan yang berbentuk prosa maupun karangan yang berbentuk puisi.
3. Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk pengucapan sesuai dengan pribadinya.
4. Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat.
5. Baik prosa maupun puisi sebagian besar mengandung suasana romantik.
6. Adanya unsur pengaruh dari sastra lain, terutama dari angkatan 80 di negeri Belanda.
c. Angkatan 80 dan Pengaruhnya Terhadap Pujangga Baru
1. Angkatan 80 dan Tokoh-Tokohnya
Pada tahun 1880 di negeri Belanda tampil beberapa orang pengarang yang berusaha hendak mengadaan pembaharuan di bidang kebudayaan. Sesuai dengan tahun munculnya, gerakan itu disebut Gerakan 80 (De Tachtiger Beweging). Tokoh-tokohnya ialah Willem Kloos, Yacques Perk, Frederik van Eeden, Albert Verwey, Herman Gorter, dan Lodewyk van Deyssel. Mereka menerbitkan majalah bernama De Nieuwe Gids artinya Pandu Baru, yang terbit tahun 1885.
2. Perbedaan dan Persamaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 80
a. Perbedaan
Pada umumnya Angkatan 80 mengutamakan unsur estetis yang murni, sedangakn Pujangga Baru umumnya lebih mengutamakan unsur tujuan sosial yang jelas.
Sebagian besar pengarang Pujangga Baru menolak sifat individualisme yang dianut oleh beberapa pengarang Angkatan 80 yang tidak mempunyai corak kemasyarakatan sama sekali, dan juga membuang ciri naturalisme pada angkatan yang tidak mempunyai tujuan-tujuan yang nyat
b. Persamaan
Keduanya menentang sastra sebelumnya yang sudah merosot nilainya dan yang penuh konvensi-konvensi.
Di dalam usahanya mencari pengucapan yang baru, keduanya mencari contoh di luar negeri.
d. Pengarang Pujangga Baru
1. Sutan Takdir Alisjahbana
Hasil karangannya:
Yang berupa novel :
- Tak Putus Dirundung Malang (1929)
- Dian yang Tak Kunjung Padam (1932)
- Anak perawan di Sarang Penyamun(1932)
- Layar Terkembang (1936)
- Grotta Assurra: Kisah Chinta dan Chita
Yang berupa kumpulan puisi:
- Tebaran Mega (1936)
Yang berupa terjemahan :
- Nelayan di Lautan Utara
- Nyanyian hidup
- Niku-Dan (Kurban Manusia)
2. Amir Hamzah
Karangan- karangannya:
- Buah Rindu (Kumpulan Puisi, 1941)
- Nyanyi Sunyi (Kumpulan Puisi, 1935)
- Setanggi Timur
- Bhagawad Gita (prosa terjemahan)
- Gitanyali
- Sastra Melayu Lama dan Raja-Rajanya (prosa)
3. Sanusi Pane
Karangan- karangannya:
- Pancaran Cinta (prosa berirama,1926)
- Puspa Mega (kumpulan puisi, 1927)
- Madah Kelana (kumpulan puisi, 1931)
- Manusia Baru (drama, 1940)
- Arjuna Wiwaha (1940)
4. Arjmin Pane
Karangan-karangannya:
- Jiwa Berjiwa (1939)
- Ratna (1943)
- Sanjak- Sanjak Masa Muda Mr.Moh. Yamin (1954)
- Membangun Hari Kedua(1956)
- Jinak-Jinak Merpati(1953)
- Gamelan Jiwa
- Mencari Sendi Baru Tatabahasa Indonesia
5. Hamidah
Karangannya:
- Kehilangan Mestika (1935)
6. I Gusti Nyoman Putu Tisna
Karangannya:
- Sukreni Gadis Bali (1936)
- Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
- Dewa Karuna (1938)
- I Made Widiadi (Kembali Kepada Tuhan )
7. Suman Hs.
Karangannya :
- Kasih Tak Terlarai (1929)
- Percobaan Setia (1931)
- Mencari Pencuri Anak Perawan (1932)
- Kasih Tersesat (1932)
- Tebusan Darah (1939)
8. M.R. Dayoh
Karangannya:
- Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (1931)
- Pahlawan Minahasa (1935)
- Putera Budiman (1941)
9. Asmara Hadi
Karangannya :
- Di Belakang Kawat Berduri (1942)
10. A. Hasyim
Karangannya:
- Kisah Seorang Pengembara (1936)
- Dewan Sajak (1940)
- Bermandi Cahaya Bulan
- Suara Azan dan Lonceng Gereja
- Sepanjang Jalan Raya Dunia
11. Sutomo Jauhari Arifin
Karangannya :
- Andang Taruna (1942)
4. Angkatan Di Luar Pujangga Baru (Periode Tahun ‘30 )
A.Teeuw membagi sastra Indonesia sebelum perang menjadi tiga golongan, yaitu:
• sastra hasil Pujangga Baru
• sastra penerbitan Balai Pustaka
• sastra berupa seri cerita-cerita roman
1. Roman Picisan
Roman picisan adalah jenis bacaan dalam bentuk buku-buku kecil yang berisi cerita roman atau novel yang umumnya termasuk dalam suatu seri dan yang dipandang dari penilaian sastra banyak mengandung kelemahan.
Beberapa pengarang yang sebagian karangannya termasuk roman picisan,antara lain:
a. Matu Mona
Karangannya :
- Harta yang Terpendam
- Spionagendiest
- Rol Pacar Merah Indonesia
- Panggilan Tanah Air
- Ja Umenek Jadi-Jadian
- Zaman Gemilang
b. A. Damhuri
Karangannya :
- Mayapada
- Bergelimang Dosa
- Depok Anak Pagai
- Mencari Jodoh
- Terompah Usang yang Tak Sudah Dijahit
c. Yusuf Sou’yb
Karangannya: “Elang Emas”.
d. Imam Supardi
Karangannya :”Kintamani”.
5. Sastra Indonesia Di Masa Jepang
A. Situasi Sastra Indonesia Di Masa Jepang
Sastra Indonesia di masa Jepang berlangsung selama ± 3,5 tahun, waktu yang amat singkat bagi pertumbuhan kebudayaan. Akan tetapi dilihat dari peranan sastra masa itu bagi perkembangan selanjutnya, maka sastra Indonesia di masa Jepang perlu diberi tempat tersendiri dalam sejarah sastra Indonesia. Jassin menganggap bahwa zaman Jepang adalah masa pemasakan jiwa revolusi, yang kemudian meletus pada tanggal 17 Agustus 1945. Dilihat dari pertumbuhan kebudayaan Indonesia, zaaman Jepang adalah penempatan pengalaman hidup dengan berbagai penderitaan sehingga memungkinkan timbulnya keragaman dan kedewasaan sastra kemudian.
Pada zaman Jepang penerbitan majalah sangat terbatas jumlahnya. Pujangga Baru tidak lagi terbit. Majalah sastra dan kebudayaan yang penting pada waktu itu antara lain Kebudayaan Timur, yaitu majalah resmi yang diterbitkan oleh pusat Kebudayaan, Panca Raya, dan Panji Pustaka.
B. Karaterisasi Sastra di Masa Jepang
Sastra di zaman Jepang, pada dasarnya terdapat dua macam sastra yaitu:
a) Sastra yang tersiar, maksudnya sastra yang berhasil disiarkan, baik melalui majalah maupun melalui penerbitan tersendiri,sesudah mengalami sensor pemerintah.
b) Sastra yang tersimpan, maksudnya sastra yang ditulis pada masa itu, tetapi baru disiarkan sesudah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945.
Adapun karakterisasi sastra Indonesia di masa Jepang, yaitu:
1. Umumnya sastra tersiar pada masa itutidak terlepas dari unsure tendes, yaitu tendes membantu perang Jepang.
2. Sastra tersiar yang tidak mengandung unsure tendes , umumnya menyatakan maksud isinya dalam bentuk simbolik atau bersifat pelarian dari realitas kehidupan yang pahit.
3. Sastra tersimpan umumnya berupa sastra kritik yang berisi kecaman dengan sindiran terhadap ketidakadilan yang terdapat dalam masyarakat .
4. Genre sastra yang dominan pada masa Jepang yaitu bentuk puisi, cerpen dan drama.
5. Dibandingkan dengan corak sastra sebelumnya yang umumnya masih bersifat romantik-idealisme, sastra masa Jepang lebih bersifat realistis.
C. Pengarang dan Hasil Karangannya
1. Rosihan Anwar
Karangannya :
- Radio Masyarakat (cerpen)
- Seruan Lepas, Lahir dengan Batin, Untuk Saudara, Bertanya, Damba, Kisah di Waktu Pagi, Lukisan, Manusia Baru (puisi)
- Raja Kecil, Bajak Laut di Selat Malaka (novel).
2. Usmar Ismail
Karangannya :
- Api, Citra, Mekar Hati (drama)
- Liburan Seniman (drama)
- Lakon-Lakon Sedih dan Gembira (seri sandiwara)
- Asokamala Dewi, permintaan Terakhir (cerpen)
- Puntung Berasap (kumpulan puisi)
3. Amal Hamzah
Karangannya :
- Pembebasan Pertama (kumpulan puisi)
- Bingkai Retak , teropong (cerpen)
4. El Hakim
Karangannya:
- Taufan di Atas Asia
- Intelek Istimewa
- Dewi Reni
- Insane Kamil
5. Chairil Anwar
Karangannya :
- Nisan (1942)
- Aku (1943)
- Siap Sedia (1944)
- Rumahku
- Kepada Peminta-minta
6. Idrus
Karangannya :
- Ave Maria
- Kejahatan Membalas Dendam
- Corat - Coret di Bawah Tanah
- Kisah Sebuah Celana Pendek
- Surabaya
- Jalan Lain ke Roma
7. Bung Usman
Karanganya :
- Hendak Tinggi
- Hendak Jadi Orang Besar?
6. Sastra Periode Tahun ‘45
A. Pengertian Angkatan 45
Dalam masyarakat Indonesia istilah angkatan 45 memiliki dua pengertian, yaitu pengertian dalam bidang politik dan pengertian dalam bidang sastra dan seni.
Angkatan 45 dalam bidang politik mencakup tokoh-tokoh masyarakat yang aktif berperan dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sekitar tahun 1945. Angkatan 45 dalam pengertian ini memiliki organisasi dan pengurusan sendiri sejak dari pimpinan pusat sampai pada cabang-cabangnya di daerah tingkat II di seluruh Indonesia.
Angkatan 45 dalam bidang sastra dan seni mencakup sejumlah pengarang dan seniman Indonesia sejak masa sesudah perang dunia II dan yang memiliki konsepsi dan corak tersendiri yang berbeda dengan angkatan yang terdahulu.
B. Perbedaan Angkatan 45 dengan Angkatan Pujangga Baru
a. Perbedaan Konsepsi
Perbedaan yang paling penting antara kedua angkatan itu ialah perbedaan konsepsi. Angkatan 45 memiliki konsepsi humanisme universal, yang meletakan tekanan pembangunan kebudayaan pada kebudayaan dunia. Sedangakan konsepsi Pujangga Baru menitikberatkan perjuangan membentuk kebudayaan persatuan kebangsaan.
b. Perbedaan Gaya
Angkatan 45 pada umumnya memiliki gaya ekspresi, yang mengutamakan keaslian pengucapan jiwa. Sedangakan Angkatan Pujangga Baru pada umumnya memiliki gaya impresi , yang lebih banyak terikat pada kesan-kesan luar dari objek yang di lukiskan.
c. Perbedaan Corak Aliran
Angkatan 45 bercorak romantik realistis/naturalistis. Sedangkan Pujangga Baru bercorak romantik idealistis.
d. Perbedaan Peranan Majalah sebagai Media Angkatan
Majalah Pujangga Baru memiliki majalah Pujangga Baru, yang khusus memuat karangan, pikiran, dan pendapat pengarang-pengarang Pujangga Baru. Sedangakan Angkatan 45 tidak memiliki lingkungan tertentu yang tetap, baik dalam wujud organisasi maupun majalah.
C. Para Pengarang Angkatan 45
1. Chairil Anwar
Karangannya :
- Rumahku
- Kepada Peminta-minta
- Orang Berdua
- Krawang Bekasi
2. Asrul Sani
Karanganya :
- Tiga Menguak Takdir (kumpulan puisi)
- Surat dari Ibu (puisi)
- Anak Laut
- Dari suatu Masa dari Suatu Tempat
- Bola Lampu
- Sahabat Saya Cordiaz
- Orang Laki Bisu
- Panen
- Museum
3. Pramudya Ananta Nur
Karangannya :
- Dia yang Menyerah
- Hadiah Kawin
- Anak Haram
4. Mochtar Lubis
Karangannya :
- Jalan Tak Ada Ujung
- Maut dan Cinta
- Kuli Kontrak
- Bromocorah
- Judar Bersaudara
- Penyamun dalam Rimba
5. Sitor Simorang
Karangannya :
- Wajah Tak Bernama (1956)
- Zaman Baru (1962)
- Perempuan Harimau Tua
- Salju di Paris
- Ibu pergi ke Sorga
- Pertahanan terakhir
- Jalan Mutiara
6. Utuy Tatang Sontani
Karangannya :
- Bunga Rumah Makan
- Awal dan Mira
- Manusia Kota
- Selamat Jalan Anak Kufur
- Sangkuriang
- Si Kabayan
- Si Sapar
- Si Kampeng
7 . Trisno Sumarjo
Karangannya:
- Kata Hati dan Perbuatan
- Cita Taruna
- Rumah Raja
- Daun Kering
- Keranda Ibu
- Penghuni Pohon
Selasa, 29 Oktober 2013
Proses Morfologis#
Pengertian Proses Morfologis
Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain yang merupakan bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfologis ini terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau penggabungan.
1. Pengafiksan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
1. Berbaju
2. Menemukan
3. Ditemukan
4. Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
2. Reduplikasi
a. Pengertian
Reduplikasi (kata ulang) adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian, maupun dengan perubahan bunyi. (Chaer,1994:182).Setiap reduplikasi memiliki satuan yang diulang. Satuan yang diulang itu disebut bentuk dasar. Tetapi tidak semua reduplikasi dapat ditentukan bentuk dasarnya.
b. Jenis-jenis reduplikasi yaitu :
Redupikasi Fonologis
Berlangsung terhadap dasar yang bukan akar/ terhadap bentuk yang statusnya lebih tingi akan menghasilkan makna leksikal bukan makna glamatikal.
Contoh :
• Mondar mandir
• Luntang lantung
Reduplikasi sintaksis
Adalah proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang biasanya berupa akar menghasilkan satuan bahasa statusnya lebih tinggi dari pada sebuah kata.
Contoh :
• Suaminya benar-benar jantan
• Kata beliau tenang-tenang jangan panik
• Mereka-mereka memang sengaja tidak diundang
• Kita-kita ini memang termasuk orang yang tidak setuju dengan beliau
• Besok- besok kamu boleh datang kesini
Reduplikasi semantik
Adalah pengulangan “Makna” yang sama dari dua buah kata yang bersinonim.
Contoh :
Alim Ulama Gelap Gulita
Tua Renta Segar Bugar
Reduplikasi Morfologis
Ada tiga macam yaitu
• Pengulangan utuh yaitu bentuk dasar diulang tanpa melakukan perubahan bentuk fisik dari akar itu.
Contoh :
Meja-meja
Kuning-kuning
• Pengulangan sebagaian yaitu diulang dari bentuk dasarnya hanya salah satu suku katanya saya.
Contoh :
Leluhur
Lelaki
• Pengulangan dengan perubahan bunyi yaitu bentuk dasarnya diulang tetapi disertai dengan perubahan bunyi. Perubahannya biasa vokal atau konsonan.
Contoh :
Bolak – balik
Kelap – kelip
• Pengulangan dengan infik maksudnya sebuah akar diulang tetapi diberi infiks pada unsur ulangnya.
Contoh :
Turun temurun
Tali temali
3. Pemajemukan
a. Pengertian Kata Majemuk
Kata majemuk ialah dua kata atau lebih yang menjadi satu dengan erat sekali dan menunjuk atau menimbulkan satu pengetian baru. Dalam bahasa Indonesia selanjutnya kata majemuk disebut juga bentuk senyawa atau susunan senyawa (kompositum).
Contoh :
mata sapi arti baru : telor ceplok (bahasa Jawa)
matahari arti baru : bola gas raksasa yang terbit di sebelah timur dan tenggelam di sebelah barat
sapu tangan arti baru : selembar kain untuk lap muka.
b. Macam-macam Kata Majemuk
1. Kata majemuk berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya, dengan melihat kesenyawaan unsur-unsur yang bergabung, kata majemuk dikelompokkan menjadi beberapa golongan :
a. Kata majemuk bersifat endosentris
Kata majemuk endosentris adalah kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi inti dari gabungan, kata kata di dalam kata majemuk tersebut. Kata majemuk endosentris menghasilkan/mengandung satu ide sebagai akibat gabungan unsur didalamnya.
Contoh :
sapu tangan intinya sapu
matahari intinya mata
orang tua intinya orang
meja hijau intinya meja.
Karena salah satu unsurnya merupakan inti dari golongan kata dalam kata majemuk tersebut maka ide yang dihasilkan oleh hasil-hasil gabungan unsur tersebut juga satu.
Misalnya :
Sapu tangan : memiliki satu konsep tentang suatu benda tertentu
Matahari : mewakili satu konsep tentang suatu benda tertentu.
Hal tersebut berbeda dengan bentuk kata majemuk yang bersifat eksosentris. Coba bandingkan dengan laki-bini, hilir-mudik, lalu-lalang, tua-muda, dll.
b. Kata majemuk bersifat eksosentris
Kata majemuk eksosentris adalah kata majemuk yang gabungan unsur-unsurnya tidak memiliki unsur inti.Salah satu unsure kata majemuk eksosentris bukan merupakan unsure inti dari gabungan kedua kata yang ada didalamnya. Masing-masing unsur memiliki kedudukan kuat sebagai unsur inti.Karena masing-masing unsurnya bersama-sama sebagai inti maka dalam kata majemuk eksosentris muncul dua ide.
Contoh :
laki bini : intinya pada laki atau bini
tua muda : intinya pada tua atau muda
hilir mudik : intinya pada hilir atau mudik
pulang pergi : intinya pada pulang atau pergi
hancur lebur : intinya pada hancur atau lebur
naik turun : intinya pada naik atau turun.
Masing-masing unsure tidak menjadi inti atas gabungan kedua unsurnya melainkan berdiri sendiri sebagai inti. Dengan demikian unsure yang satu tidak menerangkan unsure yang lain. Sebagai akibatnya gagasan yang muncul dari bentuk eksosentris bukan satau melainkan dua.
Contoh :
Kata majemuk Gagasan yang muncul
laki bini
tua muda
hilir mudik laki (suami) dan bini (istri)
yang tua dan yang muda
yang menuju ke hilir dan yang ke udik
2. Kata majemuk Berdasarkan Arti
Berdasarkan “arti” Prof.Dr. Slamet Muljana (dalam Yasin: 158) menyebutkan bahwa Kata Majemuk dikelompokkan menjadi :
a. Kata majemuk wajar ialah kata majemuk yang artinya merupakan kias.
Contoh :
indah permai muram durja
yatim piatu kamar mandi
b. Kata majemuk kiasan ialah kata majemuk yang merupakan kias,
Contoh :
panjang tangan tebal muka
besar kepala besar mulut
3. Kata majemuk berdasarkan susunannya
Menurut Prof.Dr. Slamet Muljana (dalam yasin:158), berdasarkan susunannya kata majemuk digolong-golongkan menjadi :
a. Kata majemuk berangkaian
Kata majemuk berangkaian ialah kata majemuk yang unsur-unsurnya tidak salinag menguasai dan tidak saling menerangkan. Makna kata-katanya sama atau berlawanan.
Susunannya terdiri atas :
1. Kata benda+kata benda.
Contoh :
laki bini kaki tangan sandang pangan
ibu bapa kawan lawan dunia akhirat
2. Kata keadaan+kata keadaan
Contoh :
tinggi rendah sunyi sepi panjang pendek
panas dingin baik buruk riang gembira
nuka duka bulat bundar rindu dendam
3. Kata kerja+kata kerja.
Contoh :
naik turun ulang alik pulang pergi
timbil tenggelam hilir mudik keluar masuk
sepak terjang tumpang tindih
b. Kata majemuk berlengkapan
ialah kata majemuk yang unsur satunya menerangkan atau melengkapi unsure lain.
Susunannya terdiri atas :
a. kata benda + kata benda
contoh :
air mata jari kelingking surat kawat
ibu jari batu api anak sungai
b. kata benda + kata keadaan
contoh :
tanah lapang hari raya raja muda
bini muda besi tua besi berani
jalan raya piring terbang orang tua
c. kata benda + kata kerja
Contoh :
kursi goyang kamar mandi rumah makan
kamar tidur lampu duduk tiang gantung
d. kata keadaan + kata keadaan
Contoh :
putih bersih merah tua merah muda
kurus kering hijau muda penuh sesak
tua renta basah kuyup pahit getir
e. kata keadaan + kata benda
Contoh :
keras hati ringan tangan panjang tangan
tinggi hati lapang dada panjang lidah
besar kepala besar mulut sesak dada
f. kata keadaan (warna) + kata benda
Contoh :
kuning langsat biru laut lesu darah
hijau daun naik darah merah jambu
biru laut merah delima hijau botol
g. kata kerja + kata benda
contoh :
angkat kaki angkat topi tepuk dada
banting stir makan angin gigit jari
cuci tangan lepas tangan
h. kata kerja + kata keadaan
contoh :
omong kosong jalan belakang jual mahal
i. bentuk lain + kata bilangan
contoh :
celaka tiga belas langkah seribu
dua sejoli tujuh turunan
4. Kata Majemuk berdasarkan sifat dan strukturnya.
Berdasarkan sifat dan strukturnya, Drs. Gorys Keraf mengelompokkan kata majemuk menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
a. Kata Majemuk Dwandwa.
Ialah kata majemuk yang struktur unsur-unsurnya sederajat atau setara. Kedua unsurnya berupa kata-kata yang berlawanan maupun bersamaan arti. Karena kedua unsurnya sederajat maka kata majemuk dwandwa bersifat ekosentris. Kata majemuk dwandwa disebut juga kata majemuk setara/sederajat atau kompositum kompulatif.Berdasarkan kesenyawaan unsur-unsurnya, kata majemuk dwndwa dibedakan atas empat golongan seperti di bawah ini:
Kata majemuk setara sejalan.
Contoh:
Hancur lebur pahit getir
Lemah gemulai cantik molek
Indah permai kurus kering
Tulus ikhlas kaum kerabat
Sepak terjang susah payah
Sunyi senyap duka nestapa
Riang gembira hati sanubari
Cerah ceria tegur sapa
Kecil mungil belas kasih
Kering kerontang lemah lembut
Kata majemuk setara berdampingan.
Contoh:
Kampung halaman nenek moyang
Kaki tangan tanah air
Ibu bapa tikar bantal
Rumah tangga panjang lebar
Air mata mata air
Batu api batu apung
Ibu jari jari kelingking
Kata majemuk berlawanan.
Contoh:
Laba rugi lahir batin
Besar kecil laki bini
Pulang pergi siang malam
Tua muda bolak balik
Kurang lebih ulang alik
Panas dingin lawan kawan
Naik turun luar dalam
Kata majemuk setara berpilihan.
Contoh:
Satu dua dua tiga empat lima
b. Kata majemuk tatpurusa.
Kata majemuk tatpurusa ialah kata majemuk yang bagian kedua dari unsur-unsurnya memberi penjelasan pada bagian pertama. Kata majemuk tatpurusa bersifat endosentris.Berbeda dengan dwandwa yang struktur unsur-unsurnya setara. Kata majemuk tatpurusa memiliki unsur-unsur yang bertingkat. Unsur yang satu menerangkan unsur yang lain. Unsur kedua terdiri dari kata benda/kata kerja.Kata majemuk tatpurusa disebut juga kata majemuk bertingkat/kata majemuk subordinatif atau kompositum determinatif.Berdasarkan hubungan antar unsur-unsurnya kata majemuk bertingkat dibedakan atas beberapa bentuk sebagai berikut:
1. Hubungan kualitatif
Kata pada arus kedua merupakan sifat/keadaan dari kata arus pertama.
Contoh:
Air terjun jangka pendek guru besar
Gunung berapi angin sepoi jangka panjang
2. Hubungan kuantitatif.
Kata pada ruas pertama dan ruas kedua berhubungan sebagai bagian keseluruhan.
Contoh:
Setengah mati setengah gila separo harga
Setengah jalan seperempat jam seperempat final
3. Hubungan perbandingan.
Kata ruas pertama dibandingkan dengan kata pada ruas kedua.
Contoh:
Biru laut merah jambu kuning langsat
Bulat telur hijau daun merah delima
4. Hubungan limitatif.
Kata pada ruas kedua membatasi pengertian ruas pertama.
Contoh:
Keras kepala panjang tangan sama kaki
Naik darah tinggi hati besar hati
5. Hubungan timbal balik
Kata pada ruas kedua menerangkan ruas pertama atau sebaliknya.
Contoh:
uang hangus daerah kabupaten harta pustaka
uang hangus rumah tinggal
6. Hubungan sangkut paut
Kata pada ruas pertama dan kedua masing-masing menyatakan benda berdiri sendiri yang merupakan hubungan sangkut paut tertentu.
Contoh:
a. Merupakan sangkut paut asal (dari)
Batu kali air mata minyak bumi
b. Merupakan sangkut paut alat (mempergunakan)
Radio listrik setrika listrik kereta api
c. Merupakan sangkut paut (di)
Cacing tanah cacing perut angkatan laut
d. Merupakan sangkut paut penghasil (menghasilkan)
Mata air kelenjar ludah gigi bis
e. Merupakan sangkut paut bahan (dari bahan)
rumah batu sepatu karet tas kulit
c. Kata majemuk karmadharaya
Kata majemuk karmadhaya ialah kata majemuk yang unsur kedua menjelaskan unsur pertama. Unsur keduanya itu merupakan kata sifat. Kata majemuk karmadhaya bersifat endosentris.
Contoh:
Rumah tua rumah besar hari besar
Darah dingin darah panas hari baik
d. Kata majemuk bahuvrihi
Kata majemuk bahuvrihi ialah kata majemuk dawandwa atau tatpurusa tetapi berfungsi untuk menjelaskan satu kata benda lain.
Contoh:
bumiputra maharaja purbakala
c. Penulisan kata majemuk
Penulisan kata majemuk dilakukan dengan memperhatikan dua hal sebagai berikut:
a. Kata majemuk yang sudah senyawa benar ditulis serangkai.
Contoh: purbakala mahasiswa matahari
saputangan pancasila bagaimana
b. Kata majemuk yang kesenyawaannya agak kurang ditulis terpisah dengan memberikan garis pemisah atau tidak.
Contoh: ibu – bapa kaya – raya
anak – tangga hilir – mudik
Sebenarnya penulisan kata majemuk menjadi lebih baik jika ditulis serangkai. Hal itu untuk membantu kita agar secara eksplisit dapat membedakan antara frase biasa dengan kata majemuk. Namun perlu disadari bahwa penulisan majemuk dengan cara tersebut mempunyai kelemahan juga. Sebagai contoh, seandainya suatu bentuk majemuk terdiri atas lebih dari dua kata tentu sulit merangkainya.
Misalnya:
Pasar malam amal
Uang dana bantuan korban banjir
Kedua bentuk majemuk seperti di atas itu tidak mungkin ditulis serangkai seperti dibawah ini:
Pasarmalamamal
Uangdanabantuankorbanbanjir
Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain yang merupakan bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfologis ini terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau penggabungan.
1. Pengafiksan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
1. Berbaju
2. Menemukan
3. Ditemukan
4. Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
2. Reduplikasi
a. Pengertian
Reduplikasi (kata ulang) adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian, maupun dengan perubahan bunyi. (Chaer,1994:182).Setiap reduplikasi memiliki satuan yang diulang. Satuan yang diulang itu disebut bentuk dasar. Tetapi tidak semua reduplikasi dapat ditentukan bentuk dasarnya.
b. Jenis-jenis reduplikasi yaitu :
Redupikasi Fonologis
Berlangsung terhadap dasar yang bukan akar/ terhadap bentuk yang statusnya lebih tingi akan menghasilkan makna leksikal bukan makna glamatikal.
Contoh :
• Mondar mandir
• Luntang lantung
Reduplikasi sintaksis
Adalah proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang biasanya berupa akar menghasilkan satuan bahasa statusnya lebih tinggi dari pada sebuah kata.
Contoh :
• Suaminya benar-benar jantan
• Kata beliau tenang-tenang jangan panik
• Mereka-mereka memang sengaja tidak diundang
• Kita-kita ini memang termasuk orang yang tidak setuju dengan beliau
• Besok- besok kamu boleh datang kesini
Reduplikasi semantik
Adalah pengulangan “Makna” yang sama dari dua buah kata yang bersinonim.
Contoh :
Alim Ulama Gelap Gulita
Tua Renta Segar Bugar
Reduplikasi Morfologis
Ada tiga macam yaitu
• Pengulangan utuh yaitu bentuk dasar diulang tanpa melakukan perubahan bentuk fisik dari akar itu.
Contoh :
Meja-meja
Kuning-kuning
• Pengulangan sebagaian yaitu diulang dari bentuk dasarnya hanya salah satu suku katanya saya.
Contoh :
Leluhur
Lelaki
• Pengulangan dengan perubahan bunyi yaitu bentuk dasarnya diulang tetapi disertai dengan perubahan bunyi. Perubahannya biasa vokal atau konsonan.
Contoh :
Bolak – balik
Kelap – kelip
• Pengulangan dengan infik maksudnya sebuah akar diulang tetapi diberi infiks pada unsur ulangnya.
Contoh :
Turun temurun
Tali temali
3. Pemajemukan
a. Pengertian Kata Majemuk
Kata majemuk ialah dua kata atau lebih yang menjadi satu dengan erat sekali dan menunjuk atau menimbulkan satu pengetian baru. Dalam bahasa Indonesia selanjutnya kata majemuk disebut juga bentuk senyawa atau susunan senyawa (kompositum).
Contoh :
mata sapi arti baru : telor ceplok (bahasa Jawa)
matahari arti baru : bola gas raksasa yang terbit di sebelah timur dan tenggelam di sebelah barat
sapu tangan arti baru : selembar kain untuk lap muka.
b. Macam-macam Kata Majemuk
1. Kata majemuk berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya, dengan melihat kesenyawaan unsur-unsur yang bergabung, kata majemuk dikelompokkan menjadi beberapa golongan :
a. Kata majemuk bersifat endosentris
Kata majemuk endosentris adalah kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi inti dari gabungan, kata kata di dalam kata majemuk tersebut. Kata majemuk endosentris menghasilkan/mengandung satu ide sebagai akibat gabungan unsur didalamnya.
Contoh :
sapu tangan intinya sapu
matahari intinya mata
orang tua intinya orang
meja hijau intinya meja.
Karena salah satu unsurnya merupakan inti dari golongan kata dalam kata majemuk tersebut maka ide yang dihasilkan oleh hasil-hasil gabungan unsur tersebut juga satu.
Misalnya :
Sapu tangan : memiliki satu konsep tentang suatu benda tertentu
Matahari : mewakili satu konsep tentang suatu benda tertentu.
Hal tersebut berbeda dengan bentuk kata majemuk yang bersifat eksosentris. Coba bandingkan dengan laki-bini, hilir-mudik, lalu-lalang, tua-muda, dll.
b. Kata majemuk bersifat eksosentris
Kata majemuk eksosentris adalah kata majemuk yang gabungan unsur-unsurnya tidak memiliki unsur inti.Salah satu unsure kata majemuk eksosentris bukan merupakan unsure inti dari gabungan kedua kata yang ada didalamnya. Masing-masing unsur memiliki kedudukan kuat sebagai unsur inti.Karena masing-masing unsurnya bersama-sama sebagai inti maka dalam kata majemuk eksosentris muncul dua ide.
Contoh :
laki bini : intinya pada laki atau bini
tua muda : intinya pada tua atau muda
hilir mudik : intinya pada hilir atau mudik
pulang pergi : intinya pada pulang atau pergi
hancur lebur : intinya pada hancur atau lebur
naik turun : intinya pada naik atau turun.
Masing-masing unsure tidak menjadi inti atas gabungan kedua unsurnya melainkan berdiri sendiri sebagai inti. Dengan demikian unsure yang satu tidak menerangkan unsure yang lain. Sebagai akibatnya gagasan yang muncul dari bentuk eksosentris bukan satau melainkan dua.
Contoh :
Kata majemuk Gagasan yang muncul
laki bini
tua muda
hilir mudik laki (suami) dan bini (istri)
yang tua dan yang muda
yang menuju ke hilir dan yang ke udik
2. Kata majemuk Berdasarkan Arti
Berdasarkan “arti” Prof.Dr. Slamet Muljana (dalam Yasin: 158) menyebutkan bahwa Kata Majemuk dikelompokkan menjadi :
a. Kata majemuk wajar ialah kata majemuk yang artinya merupakan kias.
Contoh :
indah permai muram durja
yatim piatu kamar mandi
b. Kata majemuk kiasan ialah kata majemuk yang merupakan kias,
Contoh :
panjang tangan tebal muka
besar kepala besar mulut
3. Kata majemuk berdasarkan susunannya
Menurut Prof.Dr. Slamet Muljana (dalam yasin:158), berdasarkan susunannya kata majemuk digolong-golongkan menjadi :
a. Kata majemuk berangkaian
Kata majemuk berangkaian ialah kata majemuk yang unsur-unsurnya tidak salinag menguasai dan tidak saling menerangkan. Makna kata-katanya sama atau berlawanan.
Susunannya terdiri atas :
1. Kata benda+kata benda.
Contoh :
laki bini kaki tangan sandang pangan
ibu bapa kawan lawan dunia akhirat
2. Kata keadaan+kata keadaan
Contoh :
tinggi rendah sunyi sepi panjang pendek
panas dingin baik buruk riang gembira
nuka duka bulat bundar rindu dendam
3. Kata kerja+kata kerja.
Contoh :
naik turun ulang alik pulang pergi
timbil tenggelam hilir mudik keluar masuk
sepak terjang tumpang tindih
b. Kata majemuk berlengkapan
ialah kata majemuk yang unsur satunya menerangkan atau melengkapi unsure lain.
Susunannya terdiri atas :
a. kata benda + kata benda
contoh :
air mata jari kelingking surat kawat
ibu jari batu api anak sungai
b. kata benda + kata keadaan
contoh :
tanah lapang hari raya raja muda
bini muda besi tua besi berani
jalan raya piring terbang orang tua
c. kata benda + kata kerja
Contoh :
kursi goyang kamar mandi rumah makan
kamar tidur lampu duduk tiang gantung
d. kata keadaan + kata keadaan
Contoh :
putih bersih merah tua merah muda
kurus kering hijau muda penuh sesak
tua renta basah kuyup pahit getir
e. kata keadaan + kata benda
Contoh :
keras hati ringan tangan panjang tangan
tinggi hati lapang dada panjang lidah
besar kepala besar mulut sesak dada
f. kata keadaan (warna) + kata benda
Contoh :
kuning langsat biru laut lesu darah
hijau daun naik darah merah jambu
biru laut merah delima hijau botol
g. kata kerja + kata benda
contoh :
angkat kaki angkat topi tepuk dada
banting stir makan angin gigit jari
cuci tangan lepas tangan
h. kata kerja + kata keadaan
contoh :
omong kosong jalan belakang jual mahal
i. bentuk lain + kata bilangan
contoh :
celaka tiga belas langkah seribu
dua sejoli tujuh turunan
4. Kata Majemuk berdasarkan sifat dan strukturnya.
Berdasarkan sifat dan strukturnya, Drs. Gorys Keraf mengelompokkan kata majemuk menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
a. Kata Majemuk Dwandwa.
Ialah kata majemuk yang struktur unsur-unsurnya sederajat atau setara. Kedua unsurnya berupa kata-kata yang berlawanan maupun bersamaan arti. Karena kedua unsurnya sederajat maka kata majemuk dwandwa bersifat ekosentris. Kata majemuk dwandwa disebut juga kata majemuk setara/sederajat atau kompositum kompulatif.Berdasarkan kesenyawaan unsur-unsurnya, kata majemuk dwndwa dibedakan atas empat golongan seperti di bawah ini:
Kata majemuk setara sejalan.
Contoh:
Hancur lebur pahit getir
Lemah gemulai cantik molek
Indah permai kurus kering
Tulus ikhlas kaum kerabat
Sepak terjang susah payah
Sunyi senyap duka nestapa
Riang gembira hati sanubari
Cerah ceria tegur sapa
Kecil mungil belas kasih
Kering kerontang lemah lembut
Kata majemuk setara berdampingan.
Contoh:
Kampung halaman nenek moyang
Kaki tangan tanah air
Ibu bapa tikar bantal
Rumah tangga panjang lebar
Air mata mata air
Batu api batu apung
Ibu jari jari kelingking
Kata majemuk berlawanan.
Contoh:
Laba rugi lahir batin
Besar kecil laki bini
Pulang pergi siang malam
Tua muda bolak balik
Kurang lebih ulang alik
Panas dingin lawan kawan
Naik turun luar dalam
Kata majemuk setara berpilihan.
Contoh:
Satu dua dua tiga empat lima
b. Kata majemuk tatpurusa.
Kata majemuk tatpurusa ialah kata majemuk yang bagian kedua dari unsur-unsurnya memberi penjelasan pada bagian pertama. Kata majemuk tatpurusa bersifat endosentris.Berbeda dengan dwandwa yang struktur unsur-unsurnya setara. Kata majemuk tatpurusa memiliki unsur-unsur yang bertingkat. Unsur yang satu menerangkan unsur yang lain. Unsur kedua terdiri dari kata benda/kata kerja.Kata majemuk tatpurusa disebut juga kata majemuk bertingkat/kata majemuk subordinatif atau kompositum determinatif.Berdasarkan hubungan antar unsur-unsurnya kata majemuk bertingkat dibedakan atas beberapa bentuk sebagai berikut:
1. Hubungan kualitatif
Kata pada arus kedua merupakan sifat/keadaan dari kata arus pertama.
Contoh:
Air terjun jangka pendek guru besar
Gunung berapi angin sepoi jangka panjang
2. Hubungan kuantitatif.
Kata pada ruas pertama dan ruas kedua berhubungan sebagai bagian keseluruhan.
Contoh:
Setengah mati setengah gila separo harga
Setengah jalan seperempat jam seperempat final
3. Hubungan perbandingan.
Kata ruas pertama dibandingkan dengan kata pada ruas kedua.
Contoh:
Biru laut merah jambu kuning langsat
Bulat telur hijau daun merah delima
4. Hubungan limitatif.
Kata pada ruas kedua membatasi pengertian ruas pertama.
Contoh:
Keras kepala panjang tangan sama kaki
Naik darah tinggi hati besar hati
5. Hubungan timbal balik
Kata pada ruas kedua menerangkan ruas pertama atau sebaliknya.
Contoh:
uang hangus daerah kabupaten harta pustaka
uang hangus rumah tinggal
6. Hubungan sangkut paut
Kata pada ruas pertama dan kedua masing-masing menyatakan benda berdiri sendiri yang merupakan hubungan sangkut paut tertentu.
Contoh:
a. Merupakan sangkut paut asal (dari)
Batu kali air mata minyak bumi
b. Merupakan sangkut paut alat (mempergunakan)
Radio listrik setrika listrik kereta api
c. Merupakan sangkut paut (di)
Cacing tanah cacing perut angkatan laut
d. Merupakan sangkut paut penghasil (menghasilkan)
Mata air kelenjar ludah gigi bis
e. Merupakan sangkut paut bahan (dari bahan)
rumah batu sepatu karet tas kulit
c. Kata majemuk karmadharaya
Kata majemuk karmadhaya ialah kata majemuk yang unsur kedua menjelaskan unsur pertama. Unsur keduanya itu merupakan kata sifat. Kata majemuk karmadhaya bersifat endosentris.
Contoh:
Rumah tua rumah besar hari besar
Darah dingin darah panas hari baik
d. Kata majemuk bahuvrihi
Kata majemuk bahuvrihi ialah kata majemuk dawandwa atau tatpurusa tetapi berfungsi untuk menjelaskan satu kata benda lain.
Contoh:
bumiputra maharaja purbakala
c. Penulisan kata majemuk
Penulisan kata majemuk dilakukan dengan memperhatikan dua hal sebagai berikut:
a. Kata majemuk yang sudah senyawa benar ditulis serangkai.
Contoh: purbakala mahasiswa matahari
saputangan pancasila bagaimana
b. Kata majemuk yang kesenyawaannya agak kurang ditulis terpisah dengan memberikan garis pemisah atau tidak.
Contoh: ibu – bapa kaya – raya
anak – tangga hilir – mudik
Sebenarnya penulisan kata majemuk menjadi lebih baik jika ditulis serangkai. Hal itu untuk membantu kita agar secara eksplisit dapat membedakan antara frase biasa dengan kata majemuk. Namun perlu disadari bahwa penulisan majemuk dengan cara tersebut mempunyai kelemahan juga. Sebagai contoh, seandainya suatu bentuk majemuk terdiri atas lebih dari dua kata tentu sulit merangkainya.
Misalnya:
Pasar malam amal
Uang dana bantuan korban banjir
Kedua bentuk majemuk seperti di atas itu tidak mungkin ditulis serangkai seperti dibawah ini:
Pasarmalamamal
Uangdanabantuankorbanbanjir
Langganan:
Postingan (Atom)